UNTUNG ADA TIANG LISTRIK
Jam dinding menunjukkan pukul dua siang ketika hari itu Wiwit nampak lelah pulang dari bermain.  Rumah sepi karena  ayah , ibu dan saudara saudara  Wiwit memiliki  kegiatan yang berbeda  dalam waktu yang sama.  Wiwit pergi ke dapur mengambil gelas dan menuangkan air bening dari kendi  tanah liat.  Alian air terasa segar membasahi kerongkongan Wiwit, 2 gelas air langsung habis diminumnya.
      " Hhmm...... sepi  sekali, main lagi aah, mumpung teman teman masih pada kumpul di lapangan", ujar Wiwit dalam hati. Lalu ia pun pergi keluar lewat pintu belakang dan  menutupnya kembali.
" Hai, Iin ...Ati.... kita mainan  lagi yuk!" ajaknya pada Iin dan Ati yang lagi asyik ngobrol di bawah pohon belimbing.
" Ayolah, kita main apa ya?" sambung Iin
" Kita mainan apa lagi? Aku masih cape  kalau makin lari larian",  sahut Ati
" Kita mainnya sambil duduk saja  deh, kita tukar cerita di sekolah  saja", jawab Wiwit
" Memangnya di sekolahmu ada cerita  apa  Wit?" tanya Iin
" Banyak lah, kan sekolahku agak jauh, jalan kaki dari rumah, jadi ada saja kisah yang kualami", jawab Wiwit lagi.
" Ya sudah,,, kalau begitu kita mulai dari ceritamu saja Wit, yang seru ya, kalau gak seru aku ngantuk dan ketiduran ini", Ati menyela.
" Oke... aku duluan ya yang cerita,  Jangan ditinggal tidur ini kisah nyata  lho", tegas Wiwit lagi.
      Minggu lalu  aku pulang sekolah bersama 3 temanku.  Seperti biasa harus melewati komplek orang asing  yang sebagian besar memelihara anjing. Biasanya semua aman aman saja. Kami berjalan sambil ngobrol , tertawa dan bercanda walau perut keroncongan  dan lelah karena hari itu ada pelajaran olah raga.  Sesekali aku memetik bunga rumput di pinggir selokan, ku lempar ke got berair hingga  pecah dan menimbulkan bunyi pletok yang nampak lucu. Terkadang kami saling mengejek kelemahan masing masing di kelas tadi. Sambil tertawa riang kami berjalan pelan hingga memasuki area komplek perumahan orang asing.
"Wit... tadi kamu latihan matematika dapat nilai berapa,Soalnya susah yha?Tanya Aida.
" Ha...ha...ha  nilaiku  biasa  saja, aku kurang mengerti penjelasan dari pak Naryo", jawabku.
" Menurutku penjelasannya sudah jelas, memang kamu  saja yang gak fokus, suka bercanda dan ngobrol di kelas" Adi menimpali.
" Iya sih... mungkin aku saja yang kurang perhatikan, karena  sering  diajak ngobrol sama Sekar", kataku.
Tiba-tiba  tanpa kami duga, seekor anjing gemuk dan besar lari keluar dari salah satu rumah  dan menyerang kami ber-empat. Sambil mengonggong dia memecah barisan kami dan terus berputar seolah tak suka melihat kami melewati jalan itu.
" Waduh...terus... terus ...bagaimana, kamu kan paling takut sama anjing?" cecar Iin
" Ya .. aku lari, tapi salah arah, bukannya  ke arah pulang bareng teman teman tapi  malah balik ke arah sekolah". Jawab Wiwit.
" Wah... jadi bagaimana?" Ati jadi serius ingin tahu.
"Semua teman teman teriak memanggilku ke arah mereka , tapi melihat aku yang terpisah sendiri si anjing malah tertarik, dia diam sambil  matanya menatap tajam padaku, aku tambah takut. Dia berjalan melangkah maju, aku berlari menuju tiang listrik besar di dekat situ. Mau nangis rasanya karena takut, hingga yang terfikir  hanya cari tempat berlindung," cerita Wiwit.
" Kok ke tiang listrik, khan anjing bisa mengejar?, tanya Iin lagi
" Ya ..aku panik saja, yang ada Cuma tiang listrik . mau lari jauh pasti terkejar, anjingnya besar sekali".
Teman temanku masih teriak manggil manggil aku  dari jauh, karena mereka juga takut, tapi tak bisa meninggalkanku  sendiri. Aku  jongkok mengambil batu apa saja yang ada didekatku, kulempari anjing itu dengan batu, dia  mulai mundur. Tapi batu Cuma sedikti karena jalan semua beraspal.
Beberapa menit kejadian itu berlangsung, untungnya si anjing hanya menggonggong dan menatapku saja  , tidak berniat menggigit. Walau begitu tetap menakutkan.
Untungnya tak lama ada seorang wanita bule berambut pirang memanggil nama si anjing dan berbicara dalam bahasa Inggris yang aku tak faham. Â Anjing pun langsung pergi menghampiri wanita itu memasuki pagar rumah.
Si wanita bule itu berbicara padaku dan sepertinya meminta maaf dengan cara  mengkatupkan kedua telapak tangannya di dada. Aku tak mengerti bahasa Inggris, karena saat itu belum ada pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar.
Lemas rasanya ... Â sudah lelah dan lapar, dikejar anjing besar, terpisah dari teman teman. Seolah mau ditembak saat perang.
" Wit..... ayo sini, kita pulang!", panggil teman temanku
Akhirnya  kami pun melanjutkan perjalanan pulang. Teman temanku minta maaf karena tak bisa menolong karena mereka juga takut dan tak tahu harus membantu dengan cara bagaimana.
Sepertinya si anjing biasa terkurung di rumah. Begitu melihat gerbang terbuka langsung lari keluar. Setiap hari kami biasa melewati jalan  sepi itu dan baru kali ini melihat ada anjing yang sangat besar keluar dari rumah .
" Wah.... ceritamu seru sekali Wit, pasti tegang yha. Aku saja yang mendengarkan ikut deg- deg an", Â ujar Ati.
" Ya sudah... ayo gantian ceritanya!"
" Kita pulang saja yuk, aku ngantuk nih", ajak Iin.
" Ayolah.... sepertinya ibuku sudah pulang mengaji dari musholla kalau jam segini, aku mau minta dibuatkan dadar  terigu pakai kelapa parut , buatan ibuku enak lho, he..he..he" tawa Wiwit.
Bekasi, 17102022
20.35
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H