“Vihara ini dibangun pada tahun 1955 dan pagodanya pada tahun 1957 namun pada tahun 2006 direnovasi. Dahulu viharanya kecil namun pada tahun 2002 dibangun vihara baru yang lebih besar yaitu Dhammasala,” jelasnya.
Sebagai penutup perjumpaan sebelum benar-benar berpisah, Pak Warto berpesan agar saya menjadi manusia yang baik dan jangan sampai berperilaku seperti hewan. “Jangan seperti babi yang menjadi lambang kebodohan, jangan pula seperti ular yang menjadi lambang kebencian, dan jangan seperti ayam yang menjadi lambang serakah,” pesannya sebagai penutup perjumpaan kali ini.
Ketika perbincangan ini berakhir, saya pun pamit kepada Pak Warto. Dan awan kelabu yang sejak semula membersamai kami kini berganti dengan guyuran hujan. Saya yang baru berjalan beberapa langkah langsung berlari menembus derasnya hujan hingga akhirnya berteduh di bawah tenda dekat Pagoda Avalokitesvara. Sambil menunggu hujan reda, saya habiskan waktu untuk menikmati pesona keindahan yang ada di WatuGong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H