Mohon tunggu...
Shinta Septiananda
Shinta Septiananda Mohon Tunggu... Novelis - Sarjana Kesehatan Masyarakat

Anastasya Cornelia Shinta Septiananda, merupakan salah satu penulis dan juga konten kreator kelahiran Jakarta 07 September 1996. Penyuka nasi goreng pinggir jalan, matchalatte, makanan jepang, pecinta hewan reptile juga penikmat alam, petrikor, senja dan benda-benda langit di malam hari. Yang berangkat dari penulis wattpad pada tahun 2018 hingga terus mengembangkan kemampuannya dalam menulis cerita dengan mengikuti berbagai lomba tingkat nasional dan masuk ke dalam kategori penulis terbaik versi Ruang Kreasi dan Rindu Nulis, bahkan dirinya telah menerbitkan salah satu karyanya yaitu Catatan Tentang Dia ke dalam versi cetak di bawah penerbit Guepedia. Meskipun bergelar Sarjana Kesehatan Masyarakat, ia tidak ingin berhenti dan membatasi dirinya untuk berkespresi, mengeksplorasi dan juga mewujudkan impian masa kecilnya. Salah satunya adalah menjadi seorang penulis. Ia juga banyak mengoleksi buku-buku untuk menambah wawasan serta mencari banyak referensi yang dapat dijadikan sebagai inspirasi. Seperti karya-karya dari penulis terkenal; Mary Shelley, JK. Rowling, Stephen Mayor, Meg Cabot, Rhonda Byrne dll.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jika Saja

13 Januari 2023   20:13 Diperbarui: 13 Januari 2023   20:45 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

JIKA SAJA

Menikmati secangkir teh hijau hangat di beranda rumah berlatarkan rintik hujan di pagi hari, menjadi kegiatan baru bagi pemilik nama Raden Ajeng Sasi Kirana. Menulis naskah cerita, melukis, mengerjakan pekerjaan kantor atau hanya sekedar duduk hening menikmati hembusan angin basah yang menerbangkan sepercik tetesan hujan. 

"Huuuuh" helanya, saat dimana memori masa lalu datang mengepung, adakah tempat yang tepat untuk menaruhnya dan menguncinya rapat-rapat? Jika ada, mungkin ia sudah memulai kehidupan baru yang jauh lebih baik dari lukisan tujuh warna diangkasa.

Ting!!!!

Sebuah pesan masuk menyelamatkannya dari kepungan masa lalu. Ia pun bergegas menuju kamar mandi untuk bersiap. Hari ini adalah jadwal pertemuannya dengan klien spesial, sangat spesial. Tapi, entahlah haruskah dirinya bahagia bertemu dengan klien spesial tersebut, setelah sekian lama tidak tahu menahu kabar terbaru dari mereka? Beberapa menit pun berlalu, Sasi pun telah rapi dan siap menuju lokasi dimana mereka akan bertemu.

"Sas? Maafin aku ya?" Sasi tidak bergeming dari layar laptopnya meskipun wanita dihadapannya telah mengatakan sesuatu, Sasi seperti sengaja menulikan pendengarannya "Maaf kalau aku tidak pernah jujur sama kamu jika aku dan Jo dijodohkan dari kecil oleh orangtua kami" sekali lagi, ucap seorang wanita berdarah china-manado, yang membuat Sasi terpaksa melepaskan pandangannya pada layar laptop, melipat tangannya di dada dan menyandarkan tubuhnya yang ramping pada kursi.

Sasi tersenyum melihat sosok wanita di hadapannya, percayalah bahwa dirinya tersenyum meskipun hanya garis datar yang menghiasi wajah orientalnya "Sudahlah semua sudah berlalu dan yah, mungkin ini yang dinamakan menjaga jodoh orang, Be-La-San tahun" katanya Sarkas dengan sedikit penekanan di kalimat 'Belasan' tahun.

Masa lalu memang selalu menguras emosi dan mengaduk hati. Jika kejadian belasan tahun yang lalu seperti bom nuklir, mungkin saja hatinya sudah hancur lebur terkena percikan zat kimia tersebut. Sayangnya hal itu hanya sebuah kiasan tak berwujud. Wanita itu tersenyum canggung sembari menyelipkan rambutnya di belakang telinga yang memperlihatkan rahang tegas nan indah miliknya dengan belahan di bawah dagu.

"Jadi kalian mau pakai konsep dari kami atau Vendor kami?" tanya Sasi kembali, mungkin lebih tepatnya seperti basa-basi yang bahkan tidak perlu. "Kalau soal itu" suara pintu menginterupsi ucapan wanita yang ada dihadapan Sasi. Sesosok laki-laki tegap nan kokoh, berahang tegas dengan kulit sawo matangnya menyedot atensi mereka.

Sedetik, pandangan Sasi dan pria itu bertemu sebelum akhirnya ia memutuskan kontak mata secara sepihak dan menegaskan hati bahwa dunianya sudah bukan lagi milik pria tersebut, pria tersebut sudah bukan lagi tujunya. Dan pulangnya sudah bukan lagi sosok dihadapannya saat ini.

Hari demi hari berlalu seakan senja dan fajar pun ikut beradu, Sasi berdiri di depan cermin memperhatikan tautan dirinya dengan balutan gaun satin berwarna putih gading diatas lutut dan membiarkan rambutnya tergerai dengan bebas dibahunya yang terekspose. Sasi berjalan berkeliling Venue wedding untuk mengecek kembali tugas-tugas dari timnya. Sejujurnya, Sasi sangat kesulitan berjalan kesana kemari mengenakan stiletto.

Kraakk!!!

Stilettonya menancap pada lubang tanah yang tertutup rerumputan "Aaargghh Sial!!!" Makinya pada udara. Dengan lesu Sasi menenteng sepasang stiletto kesayangannya, berjalan mencari bangku yang tidak jauh dari Venue dan pada akhirnya ia mendapatkannya dipinggiran danau yang tenang. Seingatnya belasan tahun yang lalu tidak ada danau di tempat ini "Itu sudah belasan tahun lalu, Sasi" katanya pada udara, diiringi tawa sarkas.

"Ya, sudah belasan tahun" baritone sosok pria yang ia kenali mengejutkannya. Ekor mata Sasi melirik kearahnya, yang mengambil posisi duduk disebelahnya. "Hai? Apa Kabar?" sapa pria itu mencoba mengambil perhatian Sasi sepenuhnya dari stilettonya. Sosok tersebut ingin menggantikan Sasi yang sibuk dengan stillettonya, namun segera di tepis oleh Sasi.

"Sedang apa disini? Pemberkatan pernikahan kalian sebentar lagi akan dimulai" jawab Sasi mengingatkan dirinya. Sosok tersebut masih diam meminta Sasi memberikan stillettonya yang masih utuh kemudian mematahkannya. Hingga membuat kedua stiletto Sasi berubah menjadi flat shoes. Pada akhirnya Sasi pun tidak keberatan, lebih baik seperti itu dibandingkan berjalan dengan sepasang sepatu yang aneh bentuknya.

Sasi memperhatikan dari ekor matanya, pria tersebut meluruhkan bahunya dan bersandar pada kursi taman, menghela napas sejenak sebelum berkata "Sas, aku minta maaf" katanya dengan nada menyesal. Sasi pun menyerah dan mengambil posisi mendengarkan pria tersebut sembari memandangi bentangan danau di depan matanya "Untuk?" tanya Sasi basa-basi.

Pria itu menghadap sepenuhnya kearah Sasi "Untuk semua yang terjadi di masa lalu, maaf aku udah nyakitin kamu dengan hancurin persahabatan kalian, maaf aku bukan laki-laki yang pantas mendampingi kamu. Aku, aku hanya tidak tau harus berbuat apa saat itu Sas, aku pikir aku mencintai kamu selama ini tapi ternyata aku salah Sas. Aku bodoh"

sialnya Sasi berkaca-kaca, bagaimana tidak, ucapan pria itu seakan memaksa Sasi menjelajah lagi memori lama yang sudah terkubur dalam "Udahlah gak ada lagi yang harus disalahkan atau dibenarkan, kita gak harus terus-terusan tinggal atau terjebak disana" tutur Sasi yang berusaha menguatkan dirinya sendiri.

"Tapi Sas, aku" seseorang mendatangi mereka untuk membawa mereka kembali ketempat acara.

Dentingan piano mengalun indah mengiringi setiap langkah Cicilia Audrey Larasati.

Harusnya kamu Sas, yang disana (batin Sasi berbisik).

Audrey, gadis itu berjalan dengan anggun dipermukaan karpet berwarna merah yang langsung menyambutnya menuju altar. Gaun panjangnya menyapu taburan kelopak mawar berwarna putih yang jatuh mengiringi setiap langkahnya menuju altar.

Gaun itu, Altar dan Juga mempelai laki-laki, seharusnya ini adalah milikmu, pernikahanmu Sas (batinnya lagi, kali ini meraung tak terima).

Tangan Audrey mengapit lengan Salendra, Ayahnya dengan erat. Sementara dialtar, Joshua sudah berdiri tegap menunggu kedatangannya. Binar bahagia pun terpancar, saat mereka bertemu di altar.

Harusnya kamu memberitahu Jo bahwa itu adalah anaknya, yang tewas saat kamu kecelakaan dan membuatmu keguguran akibat ulah sialan mereka (batin Sasi pilu). 

"Untuk apa Sas? Kita sudah kehilangan semuanya termasuk anak mu dan mempelai laki-laki disana" Lirih Sasi memperingati dirinya. Kini, bulir-bulir airmata mengalir membentuk lekukan pipi hingga kerahangnya, melesat mulus jatuh ke bawah menyentuh kelopak-kelopak mawar yang bertaburan dikarpet.

Jadi siapa, yang sebenarnya laki-laki itu cintai? (batinnya lagi). 

"Saya Joshua Emeraldy Gillbert memilihmu, Cicilia Audrey Larasati, sebagai pendamping hidup saya. Baik suka maupun duka, di waktu sehat atau pun sakit, kaya atau pun miskin. Menghormati serta mencintaimu dengan sungguh selama-lamanya, sampai maut memisahkan" ucapan tegas Joshua diiringi tepuk tangan haru dari para tamu undangan membuat Sasi tersenyum tulus, saat mata Joshua tanpa sengaja bertemu dengan matanya, sebelum dirinya berbalik badan dan berjalan keluar dari kerumunan.

Saat itu dirinya merasa telah mendapatkan jawaban yang selama ini menganggu relung jiwa hingga psikisnya.

 

Mencintaimu dengan rasa sabar, pada akhirnya membuatku sadar bahwa mencintai tanpa sedikit pun rasa di terima adalah usaha yang hanya akan menyakiti diri sendiri.

Hatiku berkata bahwa pilihanku melepaskannya, adalah keputusan yang tepat. Sedangkan kenyataan hari ini, membuktikan bahwa dia masih saja seringkali, Aku semogakan dalam diam.  


JIKA SAJA Kita..

Tidak Pernah Bertemu.

-TAMAT-

Karya Orisinil : Anastasya Cornelia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun