Mohon tunggu...
Shinta Septiananda
Shinta Septiananda Mohon Tunggu... Novelis - Sarjana Kesehatan Masyarakat

Anastasya Cornelia Shinta Septiananda, merupakan salah satu penulis dan juga konten kreator kelahiran Jakarta 07 September 1996. Penyuka nasi goreng pinggir jalan, matchalatte, makanan jepang, pecinta hewan reptile juga penikmat alam, petrikor, senja dan benda-benda langit di malam hari. Yang berangkat dari penulis wattpad pada tahun 2018 hingga terus mengembangkan kemampuannya dalam menulis cerita dengan mengikuti berbagai lomba tingkat nasional dan masuk ke dalam kategori penulis terbaik versi Ruang Kreasi dan Rindu Nulis, bahkan dirinya telah menerbitkan salah satu karyanya yaitu Catatan Tentang Dia ke dalam versi cetak di bawah penerbit Guepedia. Meskipun bergelar Sarjana Kesehatan Masyarakat, ia tidak ingin berhenti dan membatasi dirinya untuk berkespresi, mengeksplorasi dan juga mewujudkan impian masa kecilnya. Salah satunya adalah menjadi seorang penulis. Ia juga banyak mengoleksi buku-buku untuk menambah wawasan serta mencari banyak referensi yang dapat dijadikan sebagai inspirasi. Seperti karya-karya dari penulis terkenal; Mary Shelley, JK. Rowling, Stephen Mayor, Meg Cabot, Rhonda Byrne dll.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jika Saja

13 Januari 2023   20:13 Diperbarui: 13 Januari 2023   20:45 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kraakk!!!

Stilettonya menancap pada lubang tanah yang tertutup rerumputan "Aaargghh Sial!!!" Makinya pada udara. Dengan lesu Sasi menenteng sepasang stiletto kesayangannya, berjalan mencari bangku yang tidak jauh dari Venue dan pada akhirnya ia mendapatkannya dipinggiran danau yang tenang. Seingatnya belasan tahun yang lalu tidak ada danau di tempat ini "Itu sudah belasan tahun lalu, Sasi" katanya pada udara, diiringi tawa sarkas.

"Ya, sudah belasan tahun" baritone sosok pria yang ia kenali mengejutkannya. Ekor mata Sasi melirik kearahnya, yang mengambil posisi duduk disebelahnya. "Hai? Apa Kabar?" sapa pria itu mencoba mengambil perhatian Sasi sepenuhnya dari stilettonya. Sosok tersebut ingin menggantikan Sasi yang sibuk dengan stillettonya, namun segera di tepis oleh Sasi.

"Sedang apa disini? Pemberkatan pernikahan kalian sebentar lagi akan dimulai" jawab Sasi mengingatkan dirinya. Sosok tersebut masih diam meminta Sasi memberikan stillettonya yang masih utuh kemudian mematahkannya. Hingga membuat kedua stiletto Sasi berubah menjadi flat shoes. Pada akhirnya Sasi pun tidak keberatan, lebih baik seperti itu dibandingkan berjalan dengan sepasang sepatu yang aneh bentuknya.

Sasi memperhatikan dari ekor matanya, pria tersebut meluruhkan bahunya dan bersandar pada kursi taman, menghela napas sejenak sebelum berkata "Sas, aku minta maaf" katanya dengan nada menyesal. Sasi pun menyerah dan mengambil posisi mendengarkan pria tersebut sembari memandangi bentangan danau di depan matanya "Untuk?" tanya Sasi basa-basi.

Pria itu menghadap sepenuhnya kearah Sasi "Untuk semua yang terjadi di masa lalu, maaf aku udah nyakitin kamu dengan hancurin persahabatan kalian, maaf aku bukan laki-laki yang pantas mendampingi kamu. Aku, aku hanya tidak tau harus berbuat apa saat itu Sas, aku pikir aku mencintai kamu selama ini tapi ternyata aku salah Sas. Aku bodoh"

sialnya Sasi berkaca-kaca, bagaimana tidak, ucapan pria itu seakan memaksa Sasi menjelajah lagi memori lama yang sudah terkubur dalam "Udahlah gak ada lagi yang harus disalahkan atau dibenarkan, kita gak harus terus-terusan tinggal atau terjebak disana" tutur Sasi yang berusaha menguatkan dirinya sendiri.

"Tapi Sas, aku" seseorang mendatangi mereka untuk membawa mereka kembali ketempat acara.

Dentingan piano mengalun indah mengiringi setiap langkah Cicilia Audrey Larasati.

Harusnya kamu Sas, yang disana (batin Sasi berbisik).

Audrey, gadis itu berjalan dengan anggun dipermukaan karpet berwarna merah yang langsung menyambutnya menuju altar. Gaun panjangnya menyapu taburan kelopak mawar berwarna putih yang jatuh mengiringi setiap langkahnya menuju altar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun