Berbicara adalah pilihan, tetapi diam pun pilihan. Ada kalanya keinginan untuk memburu semua jawaban dan memberikan ribuan tanda tanya. Semuanya ada waktunya.Â
Ada waktunya semua mata tertuju kepada kita, ada kalanya semua mata berpaling dari kita. Seperti hari ini langit mendung, rinai hujan menghimpit udara, beberapa orang berteduh di bawah atap-atap. Pandangan tertuju pada langit yang belum usai mengantarkan pesan. Malam ini dingin, jalanan becek, hati-hati berkendara.Â
Seorang istri tersambung telepon dengan suaminya. Pesannya hangat, hati-hati di jalan Pak, biar lambat asal selamat. Lalu, petir menyambar udara yang kosong, kilat berganti dengan guntur.Â
Hujan membasahi jalan, beberapa gundukan tanah dikelilingi genangan air yang menciprat para pejalan kaki. Hujan masih deras, aku menikmati lingkaran-lingkaran air yang berpola di setiap tetes hujan.Â
Di saat langit tertutup awan putih, hanya sedikit perhatian yang mampir kepadanya. Bahkan tak ada yang mengira kalau awan-awan itu sedang memberi tanda hujan akan segera turun. Segala sesuatu ada waktunya.Â
Ada waktunya kita bebas menerjang udara yang kosong, meningkatkan kecepatan kendaraan, dan menyelip di antara kendaraaan beroda empat yang juga memiliki tuju. Ada saatnya kita menepi lalu menunggu lalu lintas renggang untuk memasuki di dalamnya. Ada saatnya kita berkendara dengan pelan, menjauhi cipratan air comberan, memperlambat kecepatan karena jalanan yang licin. Semuanya ada waktunya.
"Pak, warung di sebelah tutup?"
"Sudah dua bulan lalu Bu"
"Kok bisa?"
"Harga sewanya naik, katanya rugi"
"Oh"
Percakapan sederhana ini pun menunjukkan bahwa tidak semua hal berjalan dengan lancar dan sebaik ingin.
Ada kalanya kita membuka usaha, ada juga kalanya harus menutup. Ada kalanya banyak pembeli ada kalanya sedikit yang singgah. Ada kalanya harga naik ada juga kalanya turun. Di saat naik mungkin resah demi resah berlomba-lomba dilontarkan tanpa menimbang. Namun, saat turun resah demi resah juga tak kalah tersampaikan buat mereka yang terdampak. Segala sesuatu ada waktunya.
Tidak apa-apa untuk menjadi biasa, tidak apa-apa untuk menjadi tidak luar biasa, bukan masalah jugga untuk menjadi luar biasa. Segala sesuatu ada waktunya. Teringat, di kala kecil semuanya harus dilakukan dengan cepat. Menangis menjadi pilihan kala keinginan tidak terpenuhi. Kita menjadi terburu-buru hingga lupa bahwa orang lain pun punya ingin yang sama.Â
Kita menjadi mudah menyesal dan lupa bahwa kita tidak sedang sendirian menanggung sebuah beban. Segala sesuatu ada waktunya. Masanya yang tidak menentu kadang menekan dan membuat kita merasa berada di titik yang salah. Padahal, banyak orang yang juga sedang berada di tiik yang sama dan ingin berjuang dari titik itu.
Menyadari bahwa segala sesuatu ada waktunya memberikan celah kecil untuk kita meneropong keajaiban yang besar. Kita butuh sabar untuk mencapai sesuatu. Terburu-buru menjebak kita dalam kenikmatan semata, memaksakan kita untuk mencapai titik teratas dan ternyaman hingga lupa bahwa jarum jam tidak selalu berada di angka dua belas.Â
Sabar adalah kunci yang membuat kita sadar bahwa kita sedang berada pada proses yang belum sempurna. Kita sedang melalui fase-fase yang membuat kita menjadi tajam dan tabah. Untuk menjadi tajam kita perlu di asah berkali-kali. Namun, kita harus ingat seiring kita berproses tidak semua hal bisa kita kerjakan.
Berhentilah untuk berpacu dengan kencang. Berhenti adalah pilihan. Kita memilih untuk mengevaluasi, menyusun kembali strategi, mempertahankan hal-hal baik yang sudah terjadi, atau memilih meninggalkan hal-hal yang tidak diperlukan. Berhenti pun ada waktunya. Tidak selamanya kita mampu berjalan tanpa letih di antaranya. Seperti Adu Jalan Jauh dengan peserta yang tesisa 7 orang sedangkan yang lainnya gugur.Â
Mereka membutuhkan waktu untuk meluruskan kakinya, mengingat tujuan akhir, memeriksa alas kaki, dan memilih untuk lanjut atau mengakhiri perjalanan yang jauh.
Segala sesuatu ada waktunya, tidak perlu terburu-buru untuk menjadi dewasa. Tidak perlu melangkahi proses atau mengabaikan tahap-tahap yang ada.
Kita perlu proses dan tahap untuk menjadi dewasa. Kita butuh kesabaran, kita butuh istrahat. Memilih untuk melakukan semuanya secara cepat hanya akan membuat kita lelah dan kehabisan energi.Â
Berjalanlah dengan kedua kaki, menambah kaki hanya akan memberi beban untuk kita tiba di akhir. Segala sesuatu ada waktunya untuk kita menyelesaikan dan mencapainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H