"Jati, kirimkan duit deh buat pengobatan"
"..."
"Bu, Ibu, Halo..."
Jati merasa bingung harus memilih. Kedua-duanya adalah penting baginya. Ia memikirkan risiko besar yang akan ditanggunnya. Namun, ia tidak terjerat pada pilihan yang menyenangkan semata. Rasanya memilih keluarga adalah pilihan yang berat, menggantungkan semua perkara sulit di leher dan bersiap menceburkan diri kepada penyesalan yang panjang.Â
***
Aku Nadira Jati Kuala bebas memilih. Aku memilih balik ke kampung menemui ayah dan ibu, memilih menemani masa tuanya. Apakah aku sudah punya cukup banyak duit untuk mencapai mimpi-mimpiku? Tidak, ya tidak. Namun, aku punya kebebasan untuk memilih lagi mau melanjut atau berhenti di sini. Awalnya, bagiku nasib itu sistemik. Berputar dalam kastil dan hanya bagi orang yang beruntung.Â
Namun, bebas adalah pilihan untuk menghancurkan sistemnya atau tetap bertahan di dalamnya. Sebebas inginku memeluk masa yang akan datang, sebebas bermimpi, sebebas itu aku menyadari bahwa pilihan adalah jawaban untuk semuanya. Aku Nadira, dipanggil Jati oleh ibu. Aku yang memilih kelak akan disebut apa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H