Sore di atas kasur, langit-langit indekos masih tersentuh cahaya. Baling-baling kipas memutar stagnan. Aku menggeser-geser halaman demi halaman jurnal yang tidak kupahami intisarinya. Aku masih penasaran dengan ide-ide yang muncul di kepalaku. Konten-konten yang menarik ini tidak sejalan dengan informasi yang kubutuhkan. Aku memilih rehat dengan layar persegi panjang di genggamanku.Â
Notifikasi muncul di layar ponselku. Aku tak acuh dengan satu notifikasi, notifikasi kedua dan ketiga muncul. Aku penasaran dengan isi di dalamnya. Aku mulai terangsang untuk menyentuh laman notifikasi. Menyusul notifikasi keempat sembari aku memasukkan kata sandi di layar. Empat pesan dari orang yang sama.
Pesan 1: Bro, apa kabar?
Pesan 2: Aku ada ide nih soal kemarin
Pesan 3: Bagaimana kalau semuanya kirim ke aku dulu
Pesan 4: nanti aku train deh penggunaannya gimana. Setuju?
Aku mengeryitkan dahi. Sejenak pikiranku berpindah pada percakapan yang pernah menghubungkanku.Â
***
Aku mengetuk-ngetuk jari telunjuk di atas sebuah meja. Musik keras yang sengaja di putar di dalam kafe tidak mengusikku. Bahkan, aku tidak sedang mendengarkan lantunan lagu atau instrumen yang sedang dimainkan. Sudah satu jam aku menunggu seseorang tetapi belum juga tampak batang hidungnya.Â
Seorang pelayan kafe meminta kesediaanku untuk berpindah tempat saking lamanya melamun di area tersebut. Aku pun bersikap sopan, tidak biasanya. Aku sering menggertak orang yang memohon agar berpindah ke tempat yang kursinya lebih sedikit. Baju hitam yang kukenakan tidak berarti gelap dan sepi. Mulutku segera menyambar permintaan pelayan tersebut dengan ata sederhana, tetapi santun "Mbak, saya lagi menunggu seseorang." Pelayan itu pun tidak memaksakan aku berpindah. Keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dua anak, dan satu pengasuh melayangkan pandangan ke arahku setelah mendengarkan pendapat pelayan tersebut. Kafe untuk keluarga bukan sesuatu yang baru. Tempat yang dikenal ramai dikunjungi oleh para kawula muda yang menunggu datangnya cinta. tidak berarti terbatas untuk para orang tua dan anak-anak juga.Â
Kakiku sengaja kugoyang-goyangkan sembari menyembur asap ke udara. Sembilan puluh menit berlalu, notifikasi muncul di layar gawaiku.Â