Mohon tunggu...
HelenIsMe
HelenIsMe Mohon Tunggu... Lainnya - Profesional

Seorang perempuan, anak, istri, ibu, dan kawan.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tragedi Hilangnya Sebuah Skripsi

20 November 2024   22:38 Diperbarui: 21 November 2024   01:19 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di akhir masa studi sebagai mahasiswa jurusan Sastra Jerman Universitas Indonesia (sekarang Fakultas Ilmu Budaya), saya memilih membuat skripsi sebagai syarat kelulusan. Beberapa teman lain memilih jalur nonskripsi.Penulisan skripsi membutuhkan usaha dan perjuangan. Saya tahu itu dan saya sudah siap. Yang saya tidak sangka, proses itu akan dibumbui drama.

Tragedi tepatnya.

Jujur, dulu saya termasuk orang yang senang mengerjakan segala tugas sekolah di saat-saat terakhir. Belajar pun hampir selalu sistem kebut semalam. Tugas yang dikumpulkan minggu depan, pantang diselesaikan sebelumnya.

Tapi, saat mengerjakan skripsi, saya berhasil menyelesaikan semuanya dua hari sebelum tenggat waktu. Bahagia banget rasanya. Selesai mencetak dan menjilid semua copy skripsi yang diperlukan, saya pergi ke gimnasium UI. Kebetulan hari itu ada latihan hoki. Sebagai anggota tim, saya ingin bersenang-senang di lapangan setelah sebelumnya menghabiskan malam-malam tanpa tidur nyenyak.

Begitu akan pulang dari gimnasium, saya baru sadar kalau tas ransel saya raib. Hilang tak berbekas!
Awalnya saya pikir ini ulah iseng teman-teman PHUI (Perkumpulan Hoki Universitas Indonesia), tapi ternyata tidak.

Beberapa hari kemudian seseorang menghubungi saya via pager atau penyeranta (dulu belum banyak yang memiliki handphone).
Dia bilang tas saya ada padanya. Kalau mau tas itu kembali, saya harus menyerahkan sejumlah uang. 

Ini pemerasan!

Tentu saja saya tidak menuruti kemauan si pencuri. Selain memang tidak punya uang, saya tidak yakin pelaku akan langsung mengembalikan tas meski uang sudah ditransfer.

Saya kalut luar biasa. Bayangkan saja. Deadline skripsi tinggal satu hari lagi, sementara skripsi saya entah di mana. Sialnya, seluruh disket dan back up-nya juga ada di ransel yang hilang itu. Data di rental komputer tempat saya mengetik juga sudah tidak ada karena rental itu selalu menghapus semua data setiap hari.

Langkah pertama yang saya lakukan adalah menemui pembimbing skripsi saya, yaitu Ibu Setiawati. Setelah menjelaskan segala permasalahannya, kampus memberikan saya kelonggaran waktu satu bulan untuk mengumpulkan skripsi. Fiuhhh! Lega.

PR selanjutnya adalah menceritakan masalah ini pada orang tua saya, terutama pada ayah saya yang tergolong keras.
Benar saja, begitu tahu kejadiannya, saya langsung dimarahi habis-habisan. Saya dianggap ceroboh karena tidak langsung menyimpan skripsi-skripsi itu di kos dan malah main hoki.

Saya menangis begitu hebat malam itu sampai bernapas jadi seperti pekerjaan sulit. Tangisan hebat itu mewakili begitu banyak perasaan. Sedih karena dimarahi habis-habisan oleh ayah saya, kesal pada diri sendiri karena tidak langsung menyimpan skripsi di kos, panik karena harus membuat ulang skripsi tersebut. Waktu pembuatannya pun bukan satu bulan seperti yang diberikan kampus, tapi dua minggu. Itulah waktu yang ditetapkah ayah saya.

Karena putus asa, saya sempat meminta pertolongan teman yang punya kemampuan "lebih". Teman itu membantu saya menerawang posisi tas. Sempat terbaca dan kemudian saya bersama teman-teman Sastra berusaha menjebak pelaku.
Nyaris berhasil sebenarnya, tapi dia berhasil lolos.

Merasa tidak mungkin lagi memperoleh kembali tas berisi skripsi tersebut, saya akhirnya memutuskan untuk tidak berharap lagi. Lebih baik mulai menulis. Satu hal yang saya syukuri, Ai (pacar yang sekarang jadi suami) masih menyimpan satu hard copy skripsi, meski yang masih sangat mentah (belum direvisi sama sekali).

Hari-hari selanjutnya saya (dibantu Ai) sibuk mengetik ulang skripsi sambil memperbaiki sana sini. Tidur pun sampai dini hari.
Puji Tuhan, setelah berjuang berhari-hari, akhirnya penulisan ulang skripsi saya selesai. Whohoooo!!!! *drink*

Meski sudah belasan tahun berlalu, saya masih suka bergidik kalau inget tragedi hilangnya skripsi ini. Traumatis.
Pengalaman pertama dan mudah-mudahan tidak akan pernah terulang lagi kapan pun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun