"Oh, begitu?" tanya saya keheranan.
"Iya, mbak"
Saya mencoba memberi pengertian kepada Dina bahwa semua wanita itu pada dasarnya cantik. Cantik bagian dari keindahan dan bukankah perempuan makhluk yang penuh dengan keindahan? Kembali lagi ke masalah KDRT.
"Dina, tadi siang kamu bilang sama saya kamu bertahan demi anak-anak? Apakah benar begitu?"
"Iya mbak, bagaimanapun anak-anak akan lebih baik tinggal dengan orang tuanya"
"Dina, coba sekarang kamu bayangkan, kalau Fathiyya (anaknya) sudah besar dan menyaksikan ayahnya bersikap seperti itu terhadap ibunya, apakah itu tidak akan mengganggu mentalnya? Apakah Fathiyya akan suka melihat ibunya diperlakukan begitu?"
Dina hanya terdiam dan tidak menjawab apa-apa.
"Dengar ya Dina, KDRT macam begitu bukan hal yang bisa ditolerir atas nama cinta. Karena apa? Karena di dalam rumah tangga ini bukan cuma antara kamu dan suamimu, tetapi juga antara kalian dan Fathiyya. Kekerasan apapun bentuknya tidak akan baik buat pertumbuhan anak, apalagi kalau ia mulai beranjak remaja. Lingkungan yang seperti itu tidak akan kondusif buat dia, mau bagaimana pun kamu berusaha melindunginya. Baik buat anak-anak menurutmu adalah menurut cinta, bukan menurut rasio. Saya bicara seperti ini bukan saya mau ikut campur urusan kamu, tapi murni karena saya sayang sama kamu. Cinta memang tidak selalu hadir dalam bentuk kebahagiaan, cinta bisa hadir dalam ketidak cocokan. Tetapi cinta tidak akan pernah hadir dalam bentuk kekerasan. Percayalah sama saya, kamu bisa mendapatkan yang terbaik buat jalan hidupmu kalau kamu perlahan mencoba untuk bangkit, Â mencoba untuk tidak tergantung dengannya, mencoba untuk menghapus pikiran bahwa hanya dia seorang yang mencintaimu dan bisa menerimamu apa adanya. Katakan pada dirimu bahwa kamu mampu, kamu kuat, kamu bisa mandiri. Saya yakin kamu adalah wanita yang tegar, saya bisa lihat dari sorot mata kamu. Tapi mungkin cinta yang ada, yang terus menghantuimu, yang membuat kamu merasa lemah. Melupakan seseorang yang pernah ada di hati kita memang sangat sulit. Tapi coba perlahan yakinkan dirimu kalau kamu bisa. Lepas dari apa yang sudah terjadi, kamu tidak boleh menyesal menikah dengannya. Karena kalau ga ada dia, tentu ga akan ada Fathiyya. Kamu sekarang punya status baru, dia juga, tetapi Fathiyya tetap anak kalian berdua apa pun yang terjadi. Jangan sampai tali antara ayah dan anak terputus meskipun kalian tidak serumah. Menurut saya itu lah yang paling tepat untuk kalian" Â jelas saya panjang lebar saking geregetannya hehehe.
Saya lihat Dina pelan-pelan bisa mengerti. Setelah berpelukan, saya pun pulang ke rumah meski sudah larut malam. Hahaha, panjang bener ya pembicaran saya sama Dina?
Beberapa bulan kemudian saya dengar dari Diana (saudara saya itu), Dina rujuk dengan mantan suaminya. Keluarganya sudah capai mengingatkan Dina, tetapi Dina tetap pada keputusannya. Keluarga tidak bisa apa-apa, keputusan memang ada di tangan Dina.
Dina, kamu sudah tau bagaimana pandangan orang lain tentang masalahmu, apa pun keputusanmu kamu sendiri yang tau mana yang terbaik untukmu dan apa akibatnya. Mbak Elen hanya bisa mencoba memberimu pengertian, karena memang hanya sampai di situlah tugas Mbak Elen sebagai sesama perempuan.