Sektor industri juga mengalami tekanan. "Industri manufaktur Indonesia selama 4 bulan terakhir terkontraksi di bawah 50," jelas Abra. Hal ini berdampak pada penerimaan negara dari perpajakan, yang mengalami penurunan sebesar -12,2% di sektor industri pengolahan. Jika kondisi ini terus berlanjut, akan ada gap yang besar antara penrimaan perpajakan dan belanja negara. "Dampak tekanan industri manufaktur terhadap sektor ketenagakerjaan sangat nyata," tambahnya, dengan jumlah PHK yang meningkat secara signifikan.
Subsidi yang Tidak Tepat Sasaran
Salah satu masalah utama dalam pengelolaan subsidi adalah ketidakadilan dalam distribusi. "Beberapa jenis komoditas BBM dan LPG bersubsidi ini masih sangat besar dinikmati oleh masyarakat mampu," uungkap Abra. Misalnya kelompok masyarakat terkaya justru menikmati volume pertalite yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok miskin. Hal ini menciptakan fenomena migrasi konsumen dari BBM non-subsidi ke BBM bersubsidi, yang semakin memperburuk situasi.
Reformasi Subsidi yang Diperlukan
Dalam upaya untuk memperbaiki mekanisme subsidi, pemerintah telah mempertimbangkan beberapa skema baru. Salah satu skema yang diusulkan adalah memberikan subsidi secara langsung kepada individu atau rumah tangga yang berhak, melalui transfer tunai ke akun e-rekening mereka. "Targetnya kepada individu atau rumah tangga yang nantinya mereka akan mendapatkan cash transfer atau mendapatkan BLT langsung ke dalam akun e-rekening mereka," ujarnya. Dengan cara ini diharapkan subsidi dapat lebih tepat sasaran dan mengurangi kebocoran yang selama ini terjadi.
Kesimpulan
Reformasi subsidi yang efektif dapat membantu mengatasi masalah fiskal dan meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga menciptakan stabilitas ekonomi yang lebih baik di Indonesia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H