Sektor jasa pendidikan bukanlah objek komersial, melainkan bersifat pelayanan seperti halnya organisasi nirlaba. Jika kita lihat komposisi sekolah swasta yang mencapai sekitar 20% (tidak termasuk PAUD dan perguruan tinggi), swasta turut berperan aktif membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan.Â
Perlu disadari bahwa tidak semua sekolah swasta untuk kalangan yang mampu. Ada juga sekolah swasta yang siswanya dari kelompok tidak mampu yang tidak bisa masuk sekolah negeri. Â
Untuk kalangan menengah ke atas, kebanyakan memilih menyekolahkan anak di sekolah swasta karena sekolah negeri rata-rata kualitasnya kurang baik. Sementara persaingan di pasar global semakin hari semakin ketat. Mau tidak mau, orang tua merogoh kantong yang dalam untuk membiayai sekolah anak-anak agar anak-anaknya dapat bersaing dan memiliki masa depan yang lebih baik.
Biaya sekolah untuk pendidikan dasar dapat mencapai 5%-10% dari pendapatan per bulan pun rela dilakoni. Semuanya demi masa depan anak. Jadi bukan berarti orang tua kelebihan uang dan biaya sekolah swasta tidak berat bagi orang tua.Â
Jika pemerintah sanggup menyediakan sekolah negeri yang berkualitas di seluruh pelosok tanah air, tentunya sekolah swasta bukanlah opsi pertama bagi orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Komersialisasi pendidikan dapat dihindari.
Kalau memang pemerintah ingin menghindari komersialisasi pendidikan, pemerintah harus memastikan dapat mendirikan sekolah-sekolah yang berkualitas bagus di seluruh Indonesia.Â
Jika belum mampu dan masih membutuhkan partisipasi pihak swasta, pemungutan pajak bukanlah solusinya. Mungkin pemerintah dapat melakukan verifikasi dan pengawasan atas biaya yang dikenakan oleh sekolah swasta. Jika biaya sekolah tersebut dianggap tidak masuk akal, pemerintah dapat memberikan peringatan kepada sekolah yang bersangkutan.
Jika pemerintah bertujuan untuk mendapatkan penerimaan negara dari pajak, sebaiknya pemerintah mencari alternatif lain. Â Pemerintah dapat memungut pajak dari barang-barang yang termasuk tersier.
Masa depan bangsa sangat bergantung pada kualitas pendidikan. Sebaiknya pemerintah fokus untuk meningkatkan jumlah sekolah di seluruh pelosok negeri dan meningkatkan kualitas pendidikan.Â
Mungkin kita bisa belajar dari Malaysia dan Singapura bagaimana menyusun  dan mengimplementasikan blue print pendidikan nasional. Tanpa rencana dan implementasi yang berkesinambungan, Indonesia akan kesulitan membangun sistem pendidikan yang baik.
Alokasi anggaran pendidikan yang besar sekitar 20% (lebih dari 500 trilitun untuk tahun 2020) harus dievaluasi apakah sudah tepat sasaran. Jangan sampai program-program yang ada hanya bagus di atas kertas, tapi tidak menjawab substansi permasalahan.Â