Mohon tunggu...
Helen Adelina
Helen Adelina Mohon Tunggu... Insinyur - Passionate Learner

Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value - Einstein

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat Untuk Putriku

1 Juni 2021   12:21 Diperbarui: 1 Juni 2021   17:24 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu bahkan tidak pernah memeluknya. Selalu saja Mas Bayu dan Dewi yang dipeluk. Bapaknya yang pendiam juga tidak pernah berbicara banyak. Kalau ada acara keluarga, Ayu tak pernah dibawa. Hanya Mas Bayu dan Dewi. Ayu merasa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Kalau dia anak kandung, tentu orang tuanya, khususnya ibunya, tidak akan memperlakukannya seperti ini.

Pernah suatu waktu, Ayu memutuskan untuk pergi dari rumah. Sepulang sekolah dia mengambil baju-bajunya dari lemari. Dimasukkannya baju-baju itu ke dalam tas sekolah. Dia berencana akan mencari orang tua kandungnya. Entah dia akan mulai darimana. Sayangnya, usahanya untuk kabur ketahuan oleh Mas Bayu. Mas Bayu baru saja pulang sekolah saat dia baru selesai berkemas. Mas Bayu mengambil tas itu dan meletakkan kembali baju-baju Ayu ke dalam lemari.

Hari demi hari dilalui Ayu. Tidak ada yang berubah. Kehadirannya seperti tidak diharapkan di rumah ini. Ingin dia bertanya pada ibu apa salahnya. Mengapa ibu memperlakukannya seperti ini? Pikiran bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya masih ada di benaknya.

Saat Ayu remaja, jiwa pemberontak di dalam dirinya muncul. Setiap ibu menyuruhnya melakukan sesuatu, Ayu selalu membantah. Tapi ujung-ujungnya dia kerjakan juga. Di dalam hati kecilnya, dia ingin sekali dicintai oleh ibu. Untungnya dengan segala pekerjaan di rumah yang harus dia selesaikan, nilai-nilainya di sekolah tetap bagus. Buku-buku yang dia beli dari hasil menabung uang jajan dan angpao yang dia terima, yang menjadi hiburannya selama ini.

Kecerdasannya  membawa Ayu masuk ke universitas favorit. Saat itu, Mas Bayu yang kuliah di sebuah universitas swasta di kotanya protes. Menurut Mas Bayu, biaya hidup untuk kost di luar kota mahal. Sementara penghasilan bapak dan ibu tak seberapa. Tapi Ayu bersikeras untuk tetap pergi. Kali ini, orang tuanya berpihak pada Ayu.

Ada beberapa alasan dia memilih universitas ini dan bukan universitas di kotanya. Selain memang favorit yang berarti menjanjikan untuk masa depannya, dia ingin keluar dari rumah. Bagi Ayu, rumah adalah neraka baginya. Setelah merantau, Ayu jarang sekali pulang. Bahkan saat sekarang ini dia punya penghasilan yang lumayan, Ayu memilih tidak pulang.

Dia bisa saja membeli tiket untuk pulang ke rumah kapan pun dia mau. Tapi dia hanya pulang satu tahun sekali. Itu pun tidak lama-lama. Alasannya, waktu cuti terbatas dan dia harus bekerja. Bahkan saat ibunya beberapa kali dirawat di rumah sakit, Ayu memilih tidak pulang.

Dia ingat Dewi menelepon dirinya waktu ibu di rawat di rumah sakit. Sakit diabetes membuat ibu bolak-balik di rawat di rumah sakit. Biasanya setelah 3 hari sampai seminggu dirawat, ibu kembali ke rumah. Jadi kalau Dewi meneleponnya memberitahukan ibu sakit, Ayu tidak begitu kuatir. Sudah biasa. Rumah sakit sudah seperti rumah kedua buat ibu.

Tapi saat Dewi menelepon dirinya memberitahu bahwa ibu dirawat di ICU, Ayu seperti mendapat firasat bahwa umur ibunya tidak akan lama lagi. Segera dihempaskannya pikiran itu. Dia pikir semua akan baik-baik saja. Toh selama ini ibu sudah biasa bolak-balik masuk rumah sakit. Malam itu, Ayu tidak bisa tidur. Dia gelisah. Hatinya tidak tenang.

Keesokan harinya, tepat jam 8 pagi, Ayu menerima telepon dari Dewi.

“Mbak, Ibu udah agak baikan sekarang. Ibu udah bisa makan.”
“Ohh, syukurlah. Kapan bisa keluar dari ICU?”
“Tadi kata dokter, kalau gula darah dan tekanan darah stabil, Ibu bisa dipindah.”
“Nanti kabari ya, Wi, kalau ada perkembangan.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun