Mohon tunggu...
Helen Adelina
Helen Adelina Mohon Tunggu... Insinyur - Passionate Learner

Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value - Einstein

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mabal Bersama Geng Sekolah

29 April 2021   18:59 Diperbarui: 29 April 2021   19:06 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya malu juga untuk diceritakan. Bukan perbuatan yang patut ditiru. He he he.

Bapak saya kaget bukan kepalang mendapat surat panggilan dari kepala sekolah. Bukan lagi guru BP, tapi bapak kepala sekolah. Sayapun dicecar habis-habisan. Seumur-umur, ini pengalaman saya berurusan dengan kepala sekolah terkait kedisplinan. Kalau dilempar kapur tulis dan penghapus oleh guru sih sudah biasa. Ha ha ha.

Ceritanya begini. Waktu itu saya duduk di bangku kelas 3 SMP. Kami sudah selesai mengikuti ujian akhir. Hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan dan pembagian ijazah. Sebenarnya tidak ada lagi kegiatan belajar mengajar. Tapi para siswa diwajibkan datang ke sekolah. Jadi di kelas, guru-guru hanya mengulang pelajaran dan membahas soal ujian lalu. Lha wong ujian sudah selesai, apa lagi yang mau dipelajari? Begitulah pemikiran saya dan teman-teman waktu itu. Akhirnya kita sepakat besok mabal sekolah. Kalau tidak salah waktu itu, kira-kira sekitar setengah kelas mabal, dengan proporsi siswa laki-laki lebih banyak daripada perempuan.

Mabal berjamaah ini pun dikelola sedemikian rupa oleh "event organizer" layaknya sebuah acara penting. Kami datang pagi-pagi dan menunggu di depan sekolah. Kebetulan di depan sekolah, ada warung penjual sarapan. Setelah berkumpul semua, kami bersembunyi berdesak-desakan masuk ke dalam rumah pemilik warung supaya tidak ketahuan guru. Setelah lonceng berbunyi, kami masih menunggu beberapa saat sampai kondisi aman. Setelahnya, acara pun dimulai. Kami naik angkutan umum menuju sebuah mal. Zaman baheula, tidak ada larangan anak-anak masuk mal. Jadi kami tidak perlu mengganti baju sekolah dengan pakaian biasa.

Sambil menunggu mal buka, kami sarapan lagi di kaki lima di sekitar mal. Setelah mal buka, kami berkeliling mal. Mulai dari permainan ding dong, basket, dan macam-macam permainan lainnya. Kalau zaman sekarang mungkin semacam Timezone. Setelah puas bermain, kami pun makan siang di mal. Lalu kami mengantri nonton bioskop. Berhubung kami menonton di siang hari, maka berlaku harga khusus. Ada 2 film yang kami tonton.  Saya lupa waktu itu kami nonton film apa ya.

Berhubung ada teman-teman yang takut dimarahin orang tua pulang terlalu sore, kami pun memutuskan pulang ke rumah masing-masing setelah menonton. Keesokan harinya, kami pun masuk sekolah seperti biasa, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Ternyata mabal hari kemarin membuat heboh satu sekolah. Baru kali ini ada mabal yang dilakukan secara beramai-ramai. Pagi itu, kami pun dipanggil ke ruang kepala sekolah.

Saat itu, kepala sekolah kami terkenal sangat disiplin dan galak. Saya pernah berinteraksi dengan beliau sebelumnya terkait acara lomba antar sekolah, tapi bukan karena ketidakdisiplinan. Melihat wajah saya di dalam ruangan, bapak kepala sekolah pun geleng-geleng kepala. Yang pertama-tama disidang saya duluan. Kok bisa mabal? Beliau marah besar karena telah memberikan contoh yang tidak baik bagi adik-adik kelas. Saya juga tidak bisa ngomong apa-apa membela diri. Setelah beliau marah-marah, beliau tanya saya sekali lagi. Kenapa mabal? Ini ide siapa? Ngapain aja selama mabal? Tak satupun kami menjawab. Karena tidak ada yang menjawab, beliau menatap wajah saya dengan serius.

Akhirnya dengan sedikit takut saya menjawab, “Bosan, Pak. Saya sudah jenuh belajar, Pak”. Teman-teman yang lainpun mengamini. Pak kepala sekolah pun memberikan nasihat. Peraturan itu harus dituruti. Kalau mau sukses harus disiplin, jangan ngeyel. Setelah selesai dimarahin, kami pun diberi surat cinta untuk diberikan ke orang tua. Kami pun keluar dari ruang kepala sekolah sambil dorong-dorongan. Masing-masing anak membawa amplop berwarna putih.

Setelah bapak saya pulang dari kantor, saya pun deg-degan memberikan amplop dari kepala sekolah. Sengaja saya tidak membuka amplop itu. Bapak saya kaget setelah membaca surat. Saya pun langsung diinterograsi. “Kemarin bukannya kamu berangkat dari rumah ke sekolah? Kok bisa mabal? Berarti kamu gak masuk ke dalam sekolah ya”? Saya hanya diam. Kemarin waktu mabal dan pagi tadi saat dimarahi bapak kepala sekolah, saya tidak menyesali apapun. Tapi lihat bapak saya marah, saya jadi menyesal. Sampai larut malam saya diceramahi bapak.

Besok paginya, saya berangkat sekolah bersama bapak. Sesampai di sekolah, kami langsung ke ruang kepala sekolah. Berhubung ruang kepala sekolah tidak cukup menampung kami beserta orang tua, kamipun berkumpul di ruang tamu sekolah. Kepala sekolah menjelaskan duduk perkara mengapa orang tua dipanggil. Para siswa dan orang tua hanya diam mendengarkan. Setelah itu, kami pun diminta menandatangani surat perjanjian akan mengikuti displin sekolah sampai waktu pengumuman kelulusan. Jika kami melanggar, konsekuensinya ijazah akan ditahan oleh pihak sekolah. Masing-masing siswa dan orang tua menandatangani surat perjanjian.

Setelah keluar dari ruang kepala sekolah, kami kembali ke ruang kelas. Sedangkan orang tua kembali melakukan aktivitas masing-masing. Siswa-siswa yang lain pun memandangi kami dengan wajah mencibir. Terpaksa kami diam saja. Setelah lonceng jam istirahat berbunyi, barulah kami saling bercerita apa yang terjadi saat menyerahkan surat cinta dari sekolah kepada orang tua. Ada teman saya yang dijewer ibunya. Ada yang dimarahin habis-habisan. Ada yang dihukum tidak ada uang jajan. Ada lagi yang dihukum tidak boleh keluar rumah. Untungnya, saat pengumuman kelulusan, kami semua dinyatakan lulus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun