Ternyata masalah mabal ini tidak hanya terjadi zaman sekolah. Waktu kuliahpun saya pernah ikutan mabal. Kayak gak kapok-kapok ya saya? Waktu itu dosen pengajar kami anggap membosankan. Rumus ngejelimet, benar-benar buat pusing. Gak ngerti bapak dosen ngomong apa. Jadi yang menghadiri kuliah hanya ada kira-kira lima orang. Sedangkan anak-anak lain mabal berjamaah. Masing-masing geng yang mabal kuliah punya acara sendiri-sendiri. Ada yang main ke mal, ada yang makan-makan di kantin, ada yang main game di kost-kostan salah satu teman. Semua informasi kegiatan perkuliahan kami dapatkan dari teman yang hadir. Kalau ada tugas, yang nongol kertas tugasnya saja yang dititipkan ke teman-teman yang rajin kuliah tadi. Orangnya gak ada di kelas. Kalau ada kuis, kelas jadi rame. Sebelum kuis, teman yang rajin kuliah inipun jadi “dosen” untuk mengajari teman-teman yang mabal.
Satu waktu, geng-geng anak mabal pun berkumpul bersama. Ramai-ramai bersepakat jalan-jalan ke salah satu daerah wisata di bagian utara dengan menumpang mobil teman-teman. Acaranya pun cukup seru. Makan bersama sambil bercanda. Sementara tugas dikumpulkan ke teman yang rajin kuliah tadi. Bapak dosen pun mulai curiga. Kok bisa pas kuis pada masuk dan kalau ada tugas, tugasnya dikumpul orangnya gak ada.
Akhirnya pak dosen memutuskan kuis diadakan dadakan dan proporsi kuis untuk nilai akhir dinaikan. Petualangan pun berakhir. Anak-anak kembali masuk kelas walau ada beberapa yang tetap memilih mabal. Alasannya toh di dalam kelas juga gak ngerti apa yang diajarin. Mendingan tidur atau main game. He he he he.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H