Mohon tunggu...
Helen Adelina
Helen Adelina Mohon Tunggu... Insinyur - Passionate Learner

Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value - Einstein

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Benarkah Menulis di Kompasiana Tidak Ada Motif Apa-apa? Sebuah Pengakuan

19 April 2021   17:10 Diperbarui: 19 April 2021   18:19 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya saya memutuskan untuk kembali masuk ke dalam gedung. Hampir 2,5 jam lamanya saya menunggu taksi karena memang kondisi saat itu macet berat. Sesampai di rumah, saya langsung menulis puisi terinspirasi dari kehujanan tadi. Atau saat teman baik saya, penderita kanker, memberitahu saya bahwa besok pagi dia akan operasi, saya terinspirasi menulis “Jika Esok Hari Tak Pernah Datang” malam itu juga.

Nah, kembali ke topik kompetisi dalam bayangan. Jujur saya akui, saya juga sering mengecek berapa orang yang membaca artikel saya. Berapa orang yang memberikan nilai pada artikel saya. 

Lalu saya membandingkan dengan artikel-artikel lain yang terbit pada hari yang sama. Ada sedikit rasa kecewa saat tulisan saya dibaca hanya oleh seuprit orang. Jumlah pembaca yang seuprit ini, terutama untuk tulisan kategori fiksiana. Entah orang memang secara umum tidak tertarik membaca fiksiana atau memang tulisan saya dianggap ora mutu. He he he. 

Saya belum pernah menganalisis fenoma rendahnya pembaca fiksiana ini dibandingkan pembaca pada kanal lain seperti politik misalnya.  Atau juga jam berapa “prime time” banyak orang yang membaca Kompasiana. Mungkin para kompasianer yang jago IT bisa membantu menemukan jawabannya.

Di sisi lain, ada kebahagiaan sendiri saat yang memberi nilai atau yang memberi komentar pada artikel saya adalah para dedengkot kompasianer. Rasanya seperti menerima WA atau telepon dari sang pujaan hati yang dinanti-nanti. 

Satu hal lagi yang saya amati. Biasanya yang memberi nilai pada artikel-artikel saya adalah orang-orang yang sama. Entah karena beliau-beliau kasihan lihat saya atau memang karena selera penulisan atau topik yang saya tulis mengena di hati mereka. He he he. Tanpa menyebutkan nama, apresiasi saya untuk para pembaca dan yang memberi nilai pada artikel saya.

Tanpa saya sadari, motivasi yang tadinya hanya untuk menulis, mulai bergeser menjadi mendapat pengakuan. Yang tadinya menulis dengan suasana “selow bro”, jadinya mulai lirik kanan kiri. Yang tadinya tidak tertarik dengan status centang, jadi ingin tahu bedanya apa sih centang-centangan ini. Setelah 2 minggu menjadi kompasiner, baru saya membaca FAQ di Kompasiana untuk mencari tahu perihal percentangan ini. 

Hingga saat ini, akun saya belum tervalidasi, boro-boro dikasih centang. Saya tidak menuliskan link media sosial saya karena saya anggap ini tidak perlu. Sosial media saya adalah untuk medium untuk berinteraksi dengan orang-orang yang saya kenal, yang menurut saya tidak ada sangkut pautnya dengan keanggotaan Kompasiana. Termasuk perihal gaji, ini sangat privasi. 

Di kantor pun, kita tidak tahu gaji teman yang duduk di kubikel sebelah. Ini menurut saya lho ya. Tapi mungkin Kompasiana memiliki pertimbangan lain. Kompasiana ingin memastikan bahwa saya benar-benar ada sebagai bentuk pertanggungjawaban sebagai pemilik platform dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Saya menghargai aturan ini.

Setelah saya membaca FAQ Kompasiana, saya baru mengerti arti label artikel utama dan pilihan, centang hijau dan biru. Saya juga baru membaca metode pemberian poin dan status akun apakah debutan, junior, taruna, dan lain-lain. Telat banget ya saya. Padahal saat awal menulis, saya tidak peduli dengan status atikel dan percentangan ini. Sekarang jadi kepikiran. 

Untuk centang biru, ditulis bahwa akun konsisten menulis dengan tema yang sama, setidaknya 60% dari seluruh konten yang ditayangkan. Selain itu, akun telah memproduksi minimal 40% konten berlabel pilihan dan 20% berlabel artikel utama dari seluruh artikel yang ditulis. Sementara saya menulis seenak udelnya, perkara nanti masuk kategori mana, ya lihat nanti cocoknya masuk ke mana. Ha ha ha. Jadi bagaimana menjamin tulisan saya bisa konsisten dengan tema yang sama? Mbuh. Gak ngerti aku tuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun