Kisah-kisah yang beliau tuliskan seakan-akan memaksa kita membongkar topeng kepura-puraan yang seringkali enggan kita lepaskan, atas nama penerimaan sosial.
Akhirnya perjalanan artikel ini saya tutup dengan sang penjelajah, Bapak Taufik Uieks. Bersama beliau, saya seakan-akan dibawa mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya, dengan panorama ataupun bangunan-bangunan yang menakjubkan. Melalui beliau juga, saya berkenalan dengan banyak budaya, yang karena keterbatasan dana dan waktu, tidak mungkin dapat saya kunjungi sendiri.
Bak dibawa oleh Pak Janggut dalam karya Piet Wijn ataupun oleh Old Shatterhand dalam karya Karl May, saya berkelana ke negeri-negeri yang sangat jarang saya dengar. Perjalanan beliau ke negara-negara di Asia Tengah dan pecahan Uni Soviet membuka wawasan saya akan negara-negara yang “tidak terkenal” sebagai tujuan parawisata.
Baiklah, saya sudahi opini saya sampai di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H