"Nadia, bangun! Ayo Nadia, bangun!," Mama mengguncang tubuhku. Aku menggeliat, sedikit kesal pada Mama. Kenapa sih Mama membangunkanku disaat aku baru saja bisa memejamkan mata?
"Kenapa sih Ma?,"sahutku agak kesal.
"Rangga, Nad! Rangga .....," Mama terlihat sangat panik. Deg! Jantungku berdegup kencang. Ada apa ini?
"Rangga kenapa Ma? Ma, jawab!," kuguncang tubuh Mama memaksanya bicara. Aku merasa tubuhku gemetar. "Rangga kecelakaan, Nad. Motornya ditabrak mobil ga jauh dari rumahnya. Sekarang dia ada di rumah sakit ***. Tadi Tante Ita telepon kesini," ujar Mama gugup.
Seketika sekujur tubuhku terasa lemas. Air mataku langsung tumpah. Dengan tubuh gemetar dan pikiran kalut aku segera berganti pakaian dan bergegas menuju rumah sakit bersama Mama dan Papa. Sepanjang jalan menuju rumah sakit tak henti-hentinya aku berdoa memohon pada Tuhan supaya melindungi kamu. "Sayang, tunggu aku."
Setibanya di rumah sakit aku segera berlari menyusuri koridor menuju ruang UGD diikuti oleh Papa Mama. Begitu sampai didepan ruang UGD kulihat Ibumu menangis di pelukan Ayahmu persis didepan pintu masuk ruangan. Kuhentikan langkahku. Ibumu segera menghampiriku dan menangis sambil memelukku erat. Aku merasa bingung dengan sikap beliau. Aku berusaha melepaskan diri dari pelukan Ibumu.
'Tante, Rangga gimana? Rangga ga kenapa-kenapa kan? Tante jawab!"
Ibumu hanya menggeleng perlahan. Tangisnya tak juga berhenti. Aku melongok kedalam ruangan. Diatas salah satu ranjang terbaring tubuh yang tertutup selimut putih bernoda darah. Kuhampiri ranjang itu, disebelahnya berdiri adik perempuanmu satu-satunya yang sedang menangis juga. Begitu melihatku ia langsung menghambur kearahku dan menangis di pelukanku.
"Mas Rangga, Mba Nad. Mas Rangga udah ga ada ....."
Aku menyibak selimut yang menutupi tubuhmu. Kulihat wajahmu pucat, sebuah luka yang agak lebar menganga didahimu. Darahnya telah mengering. Seketika itu juga hatiku mencelos, serasa lepas dari tubuhku. Aku tak percaya dengan pemandangan yang kini ada didepan mataku. Kuguncang tubuhmu, kuelus pipimu, berkali-kali kupanggil namamu berharap kamu bisa mendengar dan membuka mata.
"Rangga, jangan tinggalin aku sekarang. Bangun Sayangku, bangun ......"