Katanya merdeka, bergerak, penggerak tapi tetap diatur, lalu gurunya pun sering terjebak mengatakan harus bagaimana nih tidak ada juklak juknis, dikasih merdeka tetapi maunya tetap seragam berdalih kebersamaan. Susah juga.
Belum lagi demi dibukanya gedung sekolah untuk memulai sekolah tatap muka, banyak sekali webinar dari berbagai pihak diadakan, dengan tema dan judul (terutama) wow sekali, kita (guru) mau dibantu, dipersiapkan, dibekali dengan pengetahuan, kiat-kiat, tips bagaimana membuka sekolah tatap muka kembali.Â
Bagus tidak? Bagus, asal guru benar-benar paham webinar yang cocok untuk diikuti dan didengar.Â
Minimal paham bagian mana yang mau didengar. Bukan menaruh semua rasa percaya akan apa yang dikatakan pembicara di dalam webinar. Mengapa?Â
Lha mungkin sekali yang membuat webinar, yang berbicara mengarahkan bagaimana membuka sekolah di masa pandemi itu bukanlah orang yang bekerja di sekolah. Bukanlah guru yang terlibat langsung di sekolah bersama siswa seperti Anda para guru.Â
Lalu mengapa mereka yang lebih pintar mengajarkan semuanya kepada guru dan sekolah? Jadi memilah dan memilihlah yang paling tepat dan cocok bagi Anda dan sekolah Anda.
Jika pertanyaan ditujukan kepada diri saya sendiri, siapkah dengan sekolah tatap muka?Â
Siap, walau bagi saya sama sekali tidak ada kendala dan rumor tidak baik tentang pembelajaran jarak jauh. Kami (saya dan kebanyakan siswa) sangat menikmati interaksi dalam belajar selama pembelajaran jarak jauh (PJJ).Â
Siapkah dengan pembelajaran hibrida? Belum, masih mencari bentuk. Tidak semua dari kita guru akan mendapat fasilitas super memadai untuk menyelenggarakan hibrida bukan?Â
Banyak pihak berusaha sibuk melatih untuk hibrida, tapi seringnya berujung jualan alat bantu. Webcam/kamera canggih, papan tulis sentuh, mikrofon, dan segala rupa lain.Â
Jadi bagaimana nanti hibridnya? Ya harus jalan jika hal itu terjadi, bukan? Maka saya mempercayai bahwa pertama-tama haruslah mengubah pola pikir, bukan sebatas sekolah mengejar kurikulum.Â