"Bukan tugas saya menanggapi opini soal pembelian mobil dinas. Sudah jelas, mau ngapain tidak perlu diperpanjang. Saya mah tugasnya, level 2 (risiko rendah penyebaran Covid-19) tetap bertahan, syukur-syukur jadi level satu.
Tugas saya refocusing anggaran digunakan sebaik-baiknya dan dipertanggungjawabkan pada masyarakat. Tugas saya menyehatkan warga. Saya tidak mau lah (menanggapi isu pembelian mobil dinas), kan tahu sendiri main opini itu, saya tidak mau," katanya, Senin (27/09/2021) di Hotel Resinda Karawang.
"Yang penting, apa pun yang dilakukan sebagai Bupati sesuai dengan aturan dan regulasi yang benar. Kecuali kalau misalkan kami mengadakan sesuatu hal yang tidak ada regulasi aturannya. Atau penanganan Covid-19 yang kacau dan carut-marut. Boleh ngomong seperti itu. Ini kan tidak. Kan penanganan Covid-19 berhasil. Kita harus akui lho," sambungnya.
"Karawang sudah lima minggu bertahan di level 2 PPKM. Atau masuk dalam zona berisiko rendah penyebaran Covid-19. Karawang berhasil selama sebulan satu minggu di level 2, dengan karakter Karawang ada industri. Saya cinta Karawang, kita cinta Karawang, saya cuma ingin Karawang kondusif. Saya tidak mau terjebak pada statemen-statemen begitu," pungkas Bupati.Â
Kritik Heigel Buat Bupati
Pengamat sosial politik, ekonomi dan bisnis, Heigel mengatakan, omong Bupati bisa ditafsirkan sembunyi dibalik sibuk penanganan Covid-19 dan regulasi. Atas nama Covid-19 dan regulasi, Bupati tak mau terjebak isu pembelian Mobdin mewah Rp 1,8 miliar. Tidak penting, cuma isu dan opini. Ngapain diperpanjang.
Namun jadi paradoks. Karena atas nama Covid-19 dan regulasi pula para aktivis  Karawang mengkritik pembelian Mobdin mewah Rp 1,8 miliar di tengah pandemi Covid-19 itu, dinilai telah menyakiti hati rakyat. Pamer kemewahan di tengah derita jelata melanggar etika dan moral. Regulasi jadi tidak penting.
Menurut Heigel, regulasi dalam pemerintahan, peraturan ketentuan perundang-undangan, legal formal beli Mobdin mewah itu tidak melanggar hukum. Tapi melanggar etika dan moral.
Etika kehidupan berbangsa merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.
Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan dan martabat diri sebagai warga negara. Wajib dimiliki pemimpin.
Dimensi etika mencakup etika sosial budaya, juga mencakup etika politik dan pemerintahan. Maka pemberian contoh keteladanan oleh para pemimpin negara, pemimpin bangsa dan pemimpin masyarakat, lebih penting.