Adapun narasi yang Kang Uyan tulis di WAG NU bukan untuk konsumsi publik, hanya untuk kalangan internal saja, jelas dan gamblang memaparkan strategi politik pemenangan Paslon No urut 3 Jimmy-Yusni yang didukungnya. Kang Uyan tidak salah, karena dia  melakukan pencemaran nama baik dilingkungan yang memang namanya sudah tercemar.
Jadi Kang Uyan sudah melakukan tindakan yang sholeh sebagai seorang Kyai yang bertanggungjawab. Bukankah orang yang sholeh itu adalah orang yang meletakkan sesuatu pada tempatnya?
Biang kerok masalah, dokumen WAG Kang Uyan ada yang  dibocorin ke pihak luar. Ada khianat di internal itu. Ada jual-beli dokumen rahasia, hingga Kang Uyan di anggap fitnah? Si penghianat dapet amplop. Itu kan artinya ada sosial politik, ekonomi dan bisnis.
Sebagai lawan politik Uyan memaparkan strategi politik di internal, mau omong apa pun bebas. Paradoks di pihak Cabup No urut 2 pun melakukan hal yang sama, bahkan mungkin lebih sadistis dalam hal memfitnah Cabup No urut 3, tapi kan dari pihak Lawyer Cabup No 3 tidak cengeng mengadukan ke polisi, meskipun punya bukti kuat. Karena ranah politik beda dimensi dengan ranah hukum." Tutur Heigel.
Rakyat Karawang Berterimakasih Kepada Kang Uyan
Nasi sudah menjadi bubur, dokumen WAG Ketua PCNU Karawang jadi bukti di meja polisi. Masyarakat Karawang menunggu proses hukum selanjutnya, penjarakan saja Kang Uyan. Namun hikmah dibalik  musibah itu masyarakat Karawang jadi tahu dengan jelas, Cellica bukan pemimpin yang  bijaksana. Tidak pantas jadi bupati kembali memimpin Karawang menuju masa depan.
Selain masyarakat Nahdliyin, para simpatisan NU Karawang pastinya tidak akan tinggal diam, terutama tokoh generasi muda pasti akan mengadakan perlawanan jangka pendek maupun panjang. Bisa saja borok Cellica selama berkuasa dibuka kembali, di otak-atik dan dilaporkan. Seperti dikatakan Lord Acton, Kekuasaan itu cenderung Korup. Sebaliknya, Kang Uyan itu bukan koruptor. Tidak punya akses menggarong duit rakyat. Masak dia yang dikandangin masuk terali jeruji besi?
Cellica membuktikan dirinya bukan warga NU, dia tidak lahir dari tradisi kultur pesantren tradisionalis, sekaligus tidak mau mengerti tradisi masyarakat awam Karawang agraris. Jika diantara mereka ada pertikaian maka diselesaikan secara kekeluargaan, musyawarah mufakat, kendurian, islah, tabayyun dan lain yang sejenis, apapun istilahnya.
Dalam buku Clifford Geertz membagi masyarakat menjadi 3 kelompok berdasarkan atas perbedaan pandangan hidup, yaitu: Priyayi, Santri dan Abangan. Kelompok Sosial Group. Cellica masuk yang mana? Yang jelas bukan kalangan santriwati, dalam biodatanya saja lulusan Universitas Kristen Maranatha Bandung. Pemikiran di otaknya nggak nyambung dengan kultur tradisionalis NU Karawang.Â
Hikmah lainnya, masyarakat Karawang bisa berterima kasih kepada Kang Uyan, Cellica jadi ketahuan belangnya bukan pemimpin yang bijaksana karena tidak mungkin perseteruan berakhir damai sampai Pilkada 2020 digelar pun bakal berbuntut panjang, bisa jadi malah tambah meruncing.