Karawang - Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA) sekarang tengah jadi sorotan Nasional, sekaligus jadi perbincangan memuakkan khususnya bagi  masyarakat intelektual proletar, "Otak isi, Kantong kosong" di Kabupaten Karawang.
Sebagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) satu-satunya di Kabupaten Karawang, Sudah barang tentu Unsika menjadi banyak incaran para lulusan SLTA baik di luar maupun di dalam Kabupaten lumbung padinya Jawa Barat itu sendiri.
Pasalnya, di tengah situasi dan kondisi pandemi Covid-19 yang mengganas - dari zona kuning ke zona orange - menguras begitu banyak energi masyarakat yang bertahan hidup senin-kemis dalam kubangan resesi ekonomi. Eeh...Unsika malah menerapkan kebijakan Iuran Pengembangan Institut (IPI) yang fantastis, dibanderol tertinggi kurang lebih sebesar Rp.45 Juta, per mahasiswa.
Bagai petir di siang bolong, berita viral menggelegar. Dari mulai calon mahasiswa, mahasiswa dan alumnus. Aktivis, tokoh masyarakat, anggota DPRD, Wakil Bupati sampai ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI mengecam kebijakan rektor Unsika Sri Mulyani. Anehnya, Bupati Karawang suaranya nyaris tak terdengar. https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/ObzMpn7N-kemendikbud-bakal-tegur-rektor-unsika-terkait-mahalnya-uang-pangkal
Nyata benar uang pangkal sebesar itu sangat mencekik leher masyarakat. Anak pekerja lepas, buruh, petani, nelayan atau orang-orang yang berkutat dengan pekerjaan tangan - pekerjaan kasar- yang mengharapkan putra-putrinya bisa mengenyam pendidikan di kampus PTN di Karawang jadi bertanya, Unsika kenapa sih?Â
UNSIKA Menabur Angin Rektor Menuai BadaiÂ
Heigel Ketua Badan Legislatif Mahasiswa (BLM) bersama Darus Hayina Umami Presiden Mahasiswa (Presma) UNSIKA tahun 2015-2016, angkat bicara.
Darus mengatakan, Unsika tahun ini sangat berbeda dengan Unsika tahun sebelumnya. Jaman saya dulu kuliah tidak ada kegaduhan, adem-ayem saja. Di tahun 2020 ini Unsika tengah jadi perbincangan tak sedap oleh banyak kalangan masyarakat.
"Kebijakan rektor Unsika sangat tidak berperikemanusiaan, akibat kebijakan itu banyak mahasiswa yang sudah lulus mundur karena tak mampu bayar uang pangkal Rp.45 Juta, sangat membuat masyarakat Karawang semakin terpuruk dalam kesulitan," kata Darus Hayina Umami, SH., yang kini sudah jadi Advokat.
Menurut Heigel, seharusnya ditengah situasi pandemi dan resesi ekonomi ini, Unsika bisa menjadi pelopor solusi bagi masyarakat untuk bisa keluar dari masalah yang di derita karena imbas Covid-19.
"Bukannya malah membuat masyarakat Karawang menjadi lebih terpuruk di ekploitasi ekonomi hingga menuju jurang kesulitan yang lebih dalam," ujarnya.
Â
Baik Heigel maupun Darus sependapat, kebijakan rektor Unsika sangat tidak sejalan dengan visi rektor Unsika pada saat dia mencalonkan diri sebagai rektor pada waktu itu, yakni; "Unsika For Society" dan jargon "Kampus Merdeka", buktinya kebijakan rektor sangat tidak berpihak kepada masyarakat dan sangat tidak mencerminkan hadirnya kemerdekaan di dalam tubuh kampus Unsika sedikitpun.
Demontrasi di Kampus
Kurang lebih 300 mahasiswa berdemontrasi di kampus Unsika sudah berlangsung selama dua hari. Di depan kampus itu para aktivis memasang berbagai macam spanduk bertuliskan, "Harga Ginjal = Uang Pangkal", "Hentikan Kapitalis Pendidikan, Rektor Sehat?", Rektor mulai menuai badai.
Di medsos, komentar netizen bernada ejekan dan kritik terhadap rektor Unsika Sri Mulyani juga bertebaran. Tagar #unsikakenapasih selama dua hari ke belakang menjadi trending cuitan di Twitter.
Terlepas dari urusan Pilkada. Ahmad "Jimmy" Zamakhsyari selaku Wakil Bupati Karawang dan Danu Hamidi Anggota DPRD dari Fraksi Partai Gerindra menjadi dua tokoh masyarakat yang patut diacungi jempol. Karena mereka membela rakyat Karawang yang tertindas. Â
Banyak orang mendukung statement Kang Jimmy yang secara terbuka angkat bicara terkait uang pangkal di Unsika mencapai Rp.45 Juta. Kang Jimmy meminta rektor Unsika transparan dan menjelaskan peruntukan uang pangkal mahal yang kini banyak dikeluhkan orangtua mahasiswa.
"Rektor harus transparan kepada publik soal peruntukan uang pangkal Rp.45 Juta tersebut, jika tidak maka kami dan orangtua mahasiswa akan menyampaikan hal ini ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Makarim," tegas Kang Jimmy, melalui pesan suaranya, Kamis (10/9/2020). https://www.youtube.com/watch?v=XT6pSGz6q0Y
Menurut Kang Jimmy, orangtua mahasiswa mendaftarkan putra-putrinya ke Unsika atas pertimbangan hemat biaya pendidikan, yang terpenting putra-putri mereka bisa menjadi generasi yang bermanfaat bagi nusa dan bangsa di masa mendatang. Namun, karena uang pangkal Rp.45 Juta tersebut sangat mengejutkan dan memberatkan.
Sementara itu menurut Danu Hamidi, Anggota DPRD Kabupaten Karawang Fraksi Partai Gerindra, semestinya pihak Unsika harus transparan mengenai pembiayaan Rp.45 Juta yang katanya untuk pembangunan.
"Pertanyaannya, pembangunan kampus baru atau pengembangan yang ada. Pada tahun 2011-2012 telah kami perjuangkan Rp.30 miliar untuk pembelian lahan tanah ke Pemprov Jawa Barat melalui rekan-rekan anggota DPRD Karawang dulu. Bersama dengan Pak Deden Darmansyah (DPRD Provinsi). Dan semestinya kalau Unsika sudah menjadi PTN seharusnya biayanya bisa lebih ringan karena dibantu oleh Pemerintah pusat," tutur Sekretaris Komisi I DPRD Karawang itu.
Kemendikbud Berang
Tagar #unsikakenapasih selama dua hari ke belakang menjadi tranding cuitan di Twitter. Terlampau mahalnya iuran pembangunan institusi yang dibebankan kepada calon mahasiswa, membuat banyak calon mahasiswa yang terancam ramai-ramai mundur dari Unsika.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berjanji bakal menegur Unsika. Teguran itu untuk mengingatkan pihak rektorat tidak memberatkan mahasiswa dalam biaya kuliah.
"Segera saya hubungi rektornya. Pembayaran uang kuliah harus disesuaikan dengan kemampuan orang tua," ujar Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Nizam kepada awak media, Kamis (10/9/2020).
Nizam baru mengetahui jika twitter diramaikan dengan tagar #Unsikakenapasih. Tagar tersebut diikuti oleh keluhan warganet yang menyatakan mahalnya Iuran Pembangunan Institusi (IPI) atau uang pangkal PTN Unsika.
Mahalnya IPI di kampus tersebut telah membuat sebagian mahasiswa baru mundur. Mereka mencabut berkas mereka sebagai mahasiswa di Unsika, karena tidak sanggup membayar IPI yang mencapai Rp.35 sampai Rp.45 Juta.
"Tidak boleh ada mahasiswa masuk PTN sampai tidak bisa kuliah gara-gara tidak bisa bayar uang kuliah," tegas Nizam.
Warganet lainnya bahkan menyatakan mundur walaupun telah diterima sebagai mahasiswa baru. Akun twitter dengan nama @Romadho18017582 menyatakan tidak sanggup membayar IPI karena pihak kampus tak juga memberi keringanan di tengah pandemi Covid-19.
"Kejam banget sih parah #Unsikakenapasih pusing sampai nggak ada keringanan," tulis akun tersebut. (dot)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI