Menurut Heigel, dalam sejarah Pilkada Karawang sebelumnya tidak pernah terjadi peristiwa menggemparkan seperti sekarang ini. Relawan pamer senjata api laras panjang jenis senapan serbu, bikin rakyat ketakutan.Â
"Situasi Karawang selalu memanas jelang Pilkada. Waktu pertama kali digelar Pilkada langsung dipilih rakyat tahun 2005, ada 4 Paslon Bupati/Wabup periode 2005-2010 bertarung di Pilkada Karawang yang paling mencekam dan sekaligus Pilkada Karawang paling bergengsi.Â
Pasalnya, militer vs militer. Letkol Inf. Achmad Dadang (Petahana) berpasangan dengan Atori Hasanuddien, diusung PPP dan PAN, bersaing ketat dengan Kol. Inf. Dadang S Muchtar yang berpasangan dengan Hj. Elly Amalia Priyatna yang diusung Partai Golkar.
"Dengan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun, KPUD Karawang menetapkan dan memutuskan semua pasangan Bakal Calon lolos masuk sebagai Pasangan Calon resmi," kata Emay Ahmad Maehi (Ketua KPUD Karawang) saat itu usai penetapan Bakal Calon menjadi Calon Tetap.
Ke empat Paslon Bupati/Wabup Karawang kemudian menyampaikan ikrar Pilkada Damai. Seluruh peristiwa bersejarah itu disaksikan oleh kerumunan massa, ribuan orang relawan pendukung ke empat Calon Tetap tersebut.
Kegagalan Cellica sebagai pemimpin salah satunya tidak bisa mengendalikan relawannya yang kebablasan over acting. Bupati Karawang yang militer ternyata lebih santun dan kontroling. Tidak ada catatan kasus relawan yang petantang-petenteng, arogansi, sok kuasa, apalagi bawa senjata serbu laras panjang tanpa hak. Situasi Pilkada Karawang saat itu terkendali.
Sekarang rakyat Karawang bisa saja khawatir, cuma guyon, cuma iseng, relawan bawa senjata api laras panjang, maaf nggak sengaja? Semua orang diam, Cabup/Cawabupnya mingkem.
Mungkin saja, bisa saja, kalau saja, andai kata, umpamanya, bisa jadi. Ada relawan Paslon yang guyon minjem Tank Baja dari Pindad datang ke KPUD Karawang. Ya..mungkin saja, bisa saja jadi preseden buruk bagi demokrasi.
Nah, jika seseorang membawa senjata api tanpa hak, dan dia bukan ahlinya. Mentalitas emosionalnya pun belum teruji. Mungkin saja, bisa saja, kalau saja, andai kata, umpamanya, bisa jadi. Maksud hati mau Nembak Kaki malah Kena Jidat," guyon Heigel. (dot)  Â