Kompasiana -Â Berita viral pada pertengahan November 2018 lalu, dunia internasional dikejutkan oleh bangkai ikan paus sepanjang 10 meter terdampar di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Sampah plastik seberat 5,9 Kilogram ditemukan dalam perut ikan paus yang malang itu, diduga sampah plastik tersebut penyebab utama kematian mamalia yang masuk daftar hewan yang dilindungi itu. (Tautan)
Penyumbang sampah terbesar berdasarkan data Jambeck (2015), Indonesia menjadi negara penyumbang sampah plastik ke laut terbesar di dunia nomor 2 setelah China, yakni mencapai 187,2 juta ton, China 262,9 juta ton per tahun. Di urutan ketiga adalah Filipina mencapai 83,4 juta ton diikuti Vietnam 55,9 juta ton per tahun. (Tautan)
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mencatat, setiap tahun sedikitnya sebanyak 1,29 juta ton sampah dibuang ke sungai dan bermuara di lautan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 13.000 plastik mengapung di setiap kilometer persegi setiap tahunnya. Fakta itulah yang menasbihkan Indonesia menjadi negara nomor 2 dengan produksi sampah plastik terbanyak di dunia.
Bukti nyata Indonesia darurat sampah plastik. Laporan dan unggahan di medsos itu mengundang prihatin, terlebih bila benar terdapat sampah plastik yang keluar dari perut satwa. Ini menunjukkan betapa laut sangat tercemar dan mengancam banyak satwa, serta bisa mengganggu ekosistem.
Sampah Mengancam ManusiaÂ
Tapi rupanya sampah juga jadi ancaman bagi manusia. Terutama sampah plastik yang hanyut terbawa air hujan atau melalui aliran air sungai yang bermuara di lautan menjadi ancaman serius bagi biota laut, kini menjadi ancaman nyata bagi manusia.
Sifat plastik yang sulit terurai di lingkungan, kemudian diikuti dengan pecahnya plastik karena paparan terik matahari serta kondisi fisik lingkungan, menjadi serpihan-serpihan plastik yang sangat kecil, dikenal sebagai mikroplastik.
Mikroplastik ini telah teridentifikasi mencemari hampir diberbagai wilayah laut Indonesia . Bahkan hasil riset terbaru dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melaporkan bahwa garam meja hingga ikan teri yang diambil dari perairan Indonesia juga telah tercemar mikroplastik. (Tautan)
Temuan itu sangat mengkhawatirkan, karena garam merupakan bumbu yang hampir dikonsumsi setiap hari oleh penduduk Indonesia. Bila ikan teri yang berukuran kecil saja telah terkontaminasi, diperkirakan ikan lain yang berukuran besar juga ikut terkontaminasi melalui rantai makanan.
Ujung dari rantai makanan adalah manusia. Didominasi sampah plastik rumah tangga. Â Temuan cemaran mikroplastik dalam perairan Indonesia sebenarnya bukan sesuatu yang tidak diperkirakan sebelumnya, mengingat Indonesia sebagai penyumbang sampah plastik ke lautan yang terbesar ke 2 di dunia setelah China.
Sampah plastik di lautan umumnya didominasi oleh sampah rumah tangga yang terbawa aliran sungai, seperti kantong plastik, botol minuman, kemasan makanan dan sejenisnya. Ironisnya, dari 20 besar sungai paling tercemar di dunia yang menyumbang sampah plastik ke lautan, 4 di antaranya ada di Indonesia. Sungai Citarum di Karawang Jawa Barat adalah juaranya. (Tautan)
Mengingat pola konsumsi hasil laut yang tinggi oleh penduduk di negara kepulauan seperti Indonesia, manusia berakal sehat wajib merespons masalah ini dengan segera untuk mencegah dan mengurangi risiko yang lebih buruk pada generasi anak cucu kita di masa mendatang.
Sampah di Karawang Jawa Barat
Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menyatakan, sampah di Karawang meningkat lima persen setiap tahun karena volume sampah mencapai 900 meter kubik per hari, hal itu disebabkan seiring dengan peningkatan penduduk. "Volume sampah di Karawang mencapai 900 meter kubik per hari, dan setiap tahunnya meningkat lima persen seiring dengan peningkatan penduduk," kata Kepala DLHK pemkab Karawang, Wawan Setiawan.
Wawan mengatakan, volume sampah yang mencapai 900 meter kubik per hari itu cukup banyak. Sehingga perlu penanganan serius dalam mengatasi persampahan di Kabupaten Karawang.
DLHK Karawang mengaku kewalahan dalam manangani masalah sampah, sebab sarana yang tersedia belum sebanding dengan produksi sampah setiap hari. "Produksi sampah rumah tangga rata-rata mencapai 800 ton per hari. Sementara yang bisa tertangani hanya 400 ton per hari," ujarnya. Akibatnya, lanjut Wawan, saat ini banyak sampah tercecer di tempat pembuangan sampah sementara (TPS). "Bahkan tidak jarang luber hingga ke badan jalan," katanya.
Dilain tempat, menurut Heigel, mantan Ketua Badan Legislatif Mahasiswa (BLM) Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) mengatakan, di Karawang banyak TPS liar di sekitar bantaran sungai Citarum, "sampah organik dan non organik campur baur menggunung menjadi satu. Bila musim hujan tiba sampah tergerus, akhirnya terbawa arus Citarum menuju utara Ujung Karawang, laut Jawa. Ya... termasuk sampah dekat kampus kita ini, TPS nya kan di depan Unsika, di jalan Ronggowaluyo itu," jelasnya.
Perempuan Tangguh Dosen UnsikaÂ
Adalah Evi Silvi, SE, MM. Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Unsika yang merasa resah melihat sampah berserakan di sekitar lingkungan kampusnya tempat mengajar. Â
Kemudian Evi Silvi berinisiatf menggagas "Bank Sampah" demi mengentaskan persoalan tersebut. Beruntunglah Unsika mempunyai Rektor yang luar biasa peduli pada kebersihan dan menyadari bahaya sampah untuk kehidupan manusia masa mendatang.
Prof. Dr. H. Mohammad Wahyudin Zarkasyi, SE, MS, Ak, CPA selaku Rektor merestui inisiatif Evi. "Saya dipanggil untuk bertemu beliau di rumahnya, kami berdiskusi," kata Evi berbicara dihadapan mahasiswa dan warga Karawang saat sosialisasi "Bank Sampah" yang digelar di Gedung Aula Unsika, Selasa (12/3/2019) Kemarin.
Setelah beberapa kali melakukan diskusi dan meyakinkan Rektor Unsika, dengan ide dan konsep "Bank Sampah" perdana yang hadir di kampus tempatnya mendidik mahasiswa itu akhirnya Rektor menyetujui konsepnya. Kemudian, Evi langsung berkomunikasi dan menggandeng teman-teman di Bagian Umum Unsika.
"Alhamdulillah, Rektor Unsika menyetujui, saya langsung berkoordinasi dengan Bagian Umum. Walaupun ini semuanya memakai modal saya pribadi, tapi saya harus tetap berkoordinasi dengan Bagian Umum Unsika, itu penting. Karena saya membawa nama Unsika. Memang betul, saya selalu membawa nama Unsika kemana pun saya pergi," ujar Evi Silvi. Selain itu Dosen itu pun berhasil mendatangkan investor langsung dari Jakarta, PT Ahmad Juara Kencana adalah pengelola limbah yang professional.
Untuk teknisnya tentang "Bank Sampah" ini, lanjut Evi, dia siap membeli sampah gelas plastik dan sampah botol plastik dari para mahasiswa dan warga sekitar di lingkungan kampus Unsika dengan harga yang bervariatif, tergantung jenisnya dengan harga maksimal yang dibandrol, kurang lebih Rp 5. 000 per kilogram.
"Setorkan saja ke saya, nanti juga kan ada petugasnya untuk ditimbang, lalu diberi buku tabungan. Jangan khawatir uangnya bisa dicairkan seminggu sekali, akan langsung saya bayar," kata Evi menjelaskan.
Evi juga akan segera membentuk struktural keanggotaan "Bank Sampah" yang harus segera memiliki komitmen bersama. Dan harus menyadari bahwa persoalan sampah di lingkungan kampus Unsika ini harus bisa terselesaikan dengan solusi dan konsep yang direncanakannya itu.
"Setelah bapak-bapak, ibu-ibu dan adik-adik mahasiswa menjadi anggota "Bank Sampah" kita semua harus berkomitmen, bahwa masalah sampah adalah masalah kita bersama-sama. Suatu kewajiban yang harus kita selesaikan dengan cara bersama-sama pula solusinya," himbau Evi.
Menurut Heigel, Evie Silvi sebagai dosen dengan didukung Rektor Unsika harus menjadi perempuan tangguh, tegar dan maju terus dengan konsepnya yang inovatif membuat "Bank Sampah" harus didukung semua pihak terutama pemkab Karawang.
"Di negara-negara maju ada beberapa contoh kebijakan inovatif, diantaranya diterapkan di Inggris, Jerman, Australia, dan beberapa negara lainnya juga ada. Mereka meletakkan mesin penjual otomatis (vending machine) di tempat publik, yang berfungsi menampung botol plastik bekas untuk ditukarkan dengan sejumlah uang. Cara ini telah terbukti secara efektif mengurangi jumlah sampah botol plastik ke lingkungan," tutup Heigel. (dot)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H