Selalu saja hujan sembunyikan hangatnya mentari, kau nampak cerah dengan tatapanmu, segera kusembunyikan derasnya aliran sungai rindu di kalbuku, itu hanya kutahu ketika menemukanmu tersenyum, namun rintik jatuh di pipiku tak mampu kubendung ketika petir mengagetkan bahwa itu kau yang ada di hatiku.
Selalu saja beban langit ringan setelah hujan, sementara kau diam tiada beban dalam hatiku, meski setelahnya sungai meluap mengalirkan rinduku di bawah langit cerah, tetes-tetes hangat keluar bendung kelopak yang berkedip penuh harap
Selalu saja mendung menunda cerah, kau menderu tanpa bicara yang memacuku terjaga akan kehadiranmu, saat itu aku sedang tak ingin membuka mataku yang membendung badai hatiku, berkaca-kaca mataku menatap mendung tetap menyembunyikan rinduku dengan sekuat daya ketika khayalan tak lama berlalu tentang kau.
Selalu saja bintang menghibur gelap, dan kau menghapus batas rindu ketika seketika berada di sampingku, padahal hujan badai masih tersisa rinai di mataku yang mengalir meluapkan sungai kerinduan dalam hatiku, sedangkan aku hanya duduk bersandar di dinding teras dengan mata terpejam dalam gelap tanpa bintang yang menghibur.
Selalu saja kau hadir seperti angin, jalan yang kau pilih tak terduga, gerimis seakan memberimu sentuhan syahdu, sedang aku menatap rentetan tetes bersama rindu yang melayang lembut dalam hatiku, lalu tak terduga kau melambai mengusik lamunanku dengan mata berembun.
Selalu saja senja mengejar gelap, kau tak berjarak rindu hingga aku yakin melepas jeratan perpisahan, dan membiarkan lahar dalam hatiku berderai di pelupuk bagai embun yang dideraskan hujan dengan gemuruh, namun tiada gelap rinduku yang tersimpan di hati
Selalu saja rembulan menatap gelap, kau tak pernah sembunyi rindu walau sekedip, meski kilat mengalihkan perhatianku tetap saja hujan datang tak terduga, menetes perlahan menyusuri rona mukaku yang terjaga dari lamunan.
Selalu saja gemuruh dadaku tumpah lewat pelupuk, ketika rindu menggodaku sedang kau bermain hujan, dan sungai terus mengalir tambah deras sementara aku menyeka rinai hangat yang tersisa dari kebisuanmu.
Selalu saja kau lenyap bak embun yang tersentuh mentari setiap pagi, meski mendung menghalangi, dan hangat batinku mengiringi dengan tetesan mendahului hujan yang belum datang. Kau ternyata tak sulit ditemukan, lamunanku penuh rindu tak diatur waktu pagi itu saja.
Selalu saja rindu tersisa pelangi, ketika kau selesai menari dalam hatiku kemudian pamit tanpa menitipkan rindu, begitu tenang arus sungai ketika itu, bendungan telagaku dengan binar syahdu lebih cepat meluap mendahului gemuruh langit yang melepas rinai, sungai itu menderas sedangkan aku berteduh dengan rindu
Selalu saja kau diam, rindu ini menderas, ketika kelopak terbuka mengira kau berderai hadir maka tumpahlah genangan yang terbendung lebih dari rintik itu.