Jadi, fatwa haram tentang perusak lingkungan terkesan tidak memperhatikan permasalahan kerusakan lingkungan hidup dan alam, lebih cenderung normatif yang sebagian besar masyarakat (religius seperti Kalsel) sudah menyadari dan mengetahui berdasarkan Al-Qur'an yang mana ayat-ayatnya sudah jelas tentang kerusakan alam tersebut dan segala konsekuensinya. Seharusnya, fatwa haram tersebut lebih ditujukan pada wilayah sebagaimana hutan keramat, sehingga lebih jelas dalam pengawasannya. Seperti wilayah lahan basah sebagai ekosistem dengan keanekaragaman hayati yang tinggi perlu mendapatkan perhatian kalangan agamawan, yang melalui pembahasan dapat dinyatakan haram untuk dieksploitasi. Atau, lebih mempertegas larangan eksploitasi pada hutan lindung.