Mohon tunggu...
Sosbud

Mengapa Sebaiknya di Surabaya Tidak Dibangun Tram?

6 September 2016   21:46 Diperbarui: 1 Oktober 2016   22:31 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Daripada menjadi perdebatan melulu mengenai adanya tram di kota Surabaya, lihat dulu ke kota tetangga, Bandung yang sudah matang dengan konsep (Light Rapid Transit) LRT alias Kereta Cepat Ringan dan skytrain (kereta gantung) nya. Kedua moda transportasi yang tidak bertabrakan dengan moda yang sudah ada saat ini. 

Ketika saya lihat kota Bandung yang jalanan nya relatif kecil sehingga tidak memungkinkan dibangun tram di atas kota tersebut. Demikian juga dengan kota Palembang, yang notabene akan menjadi salah satu lokasi diselenggarakannya Asian Games 2018 bersama Ibukota Jakarta akan segera membangun LRT. Lalu, bagaimana nasib kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya?

Membangun tram di kota padat seperti Surabaya? Yakin?

Apa sih itu tram? Tram itu sepengertian saya adalah kendaraan yang berbasis rel yang berjalan di atas jalan raya. So, tram nantinya akan berjalan di atas jalan raya Surabaya yang menurut saya sih tidak terlalu besar dan akan memakan jalanan pengemudi kendaraan pribadi. Sah-sah aja sih memilih alternatif angkutan masal cepat (AMC) jenis ini. Tetapi ini benar-benar mengganjal saya sehingga saya mengeluarkan uneg-uneg saya di sini. 

Mengapa sebaiknya bukan Tram?

1. Menambah kemacetan

Lho kok bisa kan bisa pengendara beralih ke tram? saya balik ajukan pertanyaan, "kalau bisa berjalan paralel, mengapa harus disubstitusikan?" Dengan kata lain bus, bemo, kendaraan pribadi bersama-sama mewujudkan Surabaya anti macet. Belum lagi katanya tram itu anti lampu merah lho. Bayangin di jalan protokol Surabaya kena palang pintu kereta api aja udah mengular, coba ditambah sama tram, wah kata-kata mutiara orang Surabaya langsung bertebaran di telinga kita.

2. Risiko kecelakaan yang tinggi

Ayo coba lihat, orang kita apakah terus waspada ketika menyeberang? Apakah orang kita tertib ketika menyeberang? Seringkali lengah lalu tertabrak. Dan kalau sudah begitu siapa yang disalahkan? ya pengendara lah, siapa lagi?. Belum lagi pengendaranya, siapa yang bisa sabar di jalanan kalau terkena macet, panas terik? 

Semua pasti memetingkan dirinya sendiri agar cepat sampai, tidak peduli bagaimana caranya. Belum lagi tram bisa berlari dengan kecepatan berapa? Kecepatan tinggi: kalau melalui perempatan apakah kendaraan pribadi yang terjebak macet bisa tiba-tiba minggir? orang sedang menyeberang langsung lari?; Kecepatan rendah: apa bedanya dengan menggunakan kendaraan pribadi? Orang Surabaya meninggalkan angkot karena lelet, kok mau ditiru?

3. Surabaya kota padat

Orang berkomentar di Milan, Lisbon, Praha menggunakan tram. Pertanyaanya cocok kah tram diterapkan di Indonesia? Pulau Jawa dilabeli sebagai pulau terpadat di dunia. Termasuk kota-kota besarnya. Kebiasaan urbanisasi masyarakat kita tidak bisa membendung orang untuk masuk ke kota Surabaya sebagai tujuan utama orang-orang dari Indonesia timur. Karena padatnya kota ini lah seharusnya pembangunan mulai dilakukan vertikal ke atas bukan terus ke arah horizontal. 

4. "Mbok yo sekalian" 

Ungkapan ini sering diungkapkan orang Surabaya, kira-kira artinya adalah "mengapa tidak sekalian saja?" Sama-sama mengeluarkan biaya. Apabila proyek tram akhirnya malah menyusahkan warga seperti pro kontra dibuatnya busway di Jakarta, mengapa tidak sekalian bervisi seperti pak Ahok: "Semuanya harus elevated". Kalau semua sudah layang, pemekaran jalur ke mana-mana pun mudah. Mungkin MRT alias subway biayanya amat mahal, LRT jauh lebih murah dari itu. Toh kita bisa meniru Jakarta pembiayaan tidak sepenuhnya dari APBD, tetapi dari investor dengan sistem bagi hasil.

5. Gagal move on

Saya pelajari, konon katanya tram pertama di Asia itu ada di Bangkok, ibukota Thailand. Pertanyaanya apakah masih ada di sana? Mereka malah memaksimalkan LRT, MRT, bus kota dan boat. Kedua, Tram pertama kali di Indonesia ada di Jakarta. Pertanyaanya, apakah di Jakarta jalur tram nya dibangkitkan kembali (demi sejarah)? Ketiga, Kolkata alias Calcutta, yang masih menggunakan tram dan kita bisa lihat tram tidak begitu diminati. Teknologi sudah maju, marilah kita gunakan teknologi untuk menolong kita, bukan menyusahkan kita.

Saya tidak membela kendaraan pribadi tetapi prinsipnya adalah berjalan paralel. Saya sangat setuju dengan perkataan orang yang disebut bapak transportasi publik, Enrique Penalossa "kota yang maju bukanlah tempat di mana orang miskin menggunakan mobil, tetapi tempat di mana orang kaya menggunakan transportasi publik”. Ketika saya ke luar negeri hal yang wajib saya lakukan adalah menggunakan transportasi publik. Di Indonesia? sama, hanya ketika saya bekerja saya butuh transportasi yang lebih efisien dan efektif. 

Semua yang saya ungkap di sini hanya opini dari saya. Saya tidak ingin ada komentar yang menyerang. Saya ingin komentar dan saran yang membangun untuk sungguh-sungguh kita dapat bersatu dalam menyelesaikan segala problematika yang ada. Terima kasih.



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun