Di WAG yang saya ikuti, ada postingan tentang defisit pangan saat ini. Ditunjukkan di situ banyaknya provinsi yang mengalami defisit beras, bawang putih, jagung, gula pasir, cabai besar, telur ayam, dsb. Misalnya ada 22 provinsi yang saat ini mengalami defisit telur ayam, 23 provinsi defisit cabai besar. Dan hampir semua provinsi defisit bawang putih dan gula pasir.
Dijelaskan di situ bahwa defisit itu terjadi karena menurunnya impor akibat lockdown yang dilakukan di negara-negara asal komoditas tersebut.
Yang mengusik perhatian saya adalah banyaknya daerah yang mengalami defisit cabai besar, bawang putih dan jagung. Ketiga komoditas pangan ini tidak sulit diproduksi di daerah manapun, karena tidak memerlukan persyaratan jenis tanah dan iklim yang khusus.
Jika terjadi defisit suatu komoditas pangan di suatu negara maka berarti petani di negara itu tidak mendapat insentif untuk menanam tanaman tersebut. Tidak adanya insentif karena biaya produksi lebih besar dari harga jual.
Harga jual komoditas ex-impor lebih murah dan kualitasnya lebih baik karena produktivitas petani di negara asal impor lebih tinggi daripada di dalam negeri. Ada lingkaran sebab akibat sehingga beberapa komoditas harus diimpor dan petani lokal tidak berdaya.
Pada saat ada wabah seperti saat ini, konsumen menjadi kesulitan, tidak bisa membeli karena tidak ada barang atau bisa membeli namun harganya lebih tinggi.
Keadaan ini sebetulnya bisa menguntungkan petani lokal dengan memperluas lahan untuk menanam jagung, cabai dsb. Namun petani tidak melakukan itu karena khawatir jika lockdown dicabut, harga komoditas itu akan turun kembali.
***
Di masa depan, defisit komoditas pangan pokok harus dihindari dengan memproduksi sendiri komoditas tersebut. Strategi substitusi impor dapat diberlakukan agar tidak terjadi defisit seperti saat ini.
Substitusi impor perlu dirancang secara cermat agar berkelanjutan. Kegagalan strategi substitusi impor di masa lalu karena produsen menikmati insentif yang diberikan pemerintah tetapi tidak melakukan perbaikan manajemen produksi sehingga produktivitasnya tetap rendah, kalah dari negara lain.
Akibatnya konsumen dirugikan, yaitu harus membeli produk lokal yang harganya tinggi namun kualitasnya rendah. Selama bertahun-tahun, produsen menikmati harga yang tinggi.
Namun suara konsumen yang nyaring dan desakan internasional menyebabkan pemerintah terpaksa membebaskan perniagaan komoditas tersebut, dan mundurlah produsen lokal satu per satu. Semakin besar impor, semakin rendah ketahanan pangan suatu negara, seperti yang kita alami saat ini.
***
Ke depan, pemerintah perlu merancang strategi substitusi impor dengan lebih baik. Tingkat proteksi dan masa berlakunya perlu ditentukan dengan jelas. Misalnya, besar bea masuk bawang putih dinaikkan menjadi 5% selama 5 tahun. Setelah itu, bea masuk komoditas pangan itu diturunkan menjadi 0%.
Dengan skema seperti ini maka petani akan berusaha meningkatkan produktivitasnya agar tidak kalah bersaing dengan produk impor pada saat insentif produksi berakhir.
Jika proteksi tidak bisa diberlakukan karena terkait dengan perjanjian internasional, maka pemerintah perlu membantu petani dengan berbagai cara, diantaranya membeli hasil produksi petani dengan harga yang wajar.
Jaminan harga ini akan mendorong petani untuk menanam cabe, bawang putih, jagung, dan lain-lain dengan tenang, tanpa takut harga anjlok karena masuknya komoditas impor. Manakala impor terganggu sehingga terjadi defisit seperti saat ini, petani jugalah yang menikmati kenaikan harga.
***
Cara lain adalah memanfaatkan lahan yang menganggur untuk budidaya tanaman semusim yang sering defisit di daerah. Pemerintah daerah perlu menyiapkan lahan dengan mempekerjakan tenaga lokal dan mengadakan bibit serta pupuk.
Lahan yang tidak termanfaatkan ini banyak dijumpai di luar perkotaan. Pemerintah daerah harus menjamin bahwa kepemilikan lahan tidak akan terganggu dengan kegiatan pertanian di lahan itu. BUMDes dapat berperan banyak dalam mengelola kegiatan usaha tani dengan sistem kerja bersama ini.
Sangat ironis, jika bangsa Indonesia tidak dapat mencukupi kebutuhan komoditas pertanian secara mandiri. Praktek manajemen lahan dan pengelolaan perekonomian pertanian yang keliru perlu diluruskan.
Penanganan pandemi Covid-19 menunjukkan peran penting pemerintah daerah dalam mencapai keberhasilannya.
Pemerintah daerah juga berperan besar dalam pengelolaan lahan di daerah untuk menyediakan kebutuhan pangan bagi penduduknya, agar defisit komoditas pangan seperti yang terjadi saat ini tidak terjadi lagi di kemudian hari. <>
Herry Darwanto, 8/5/2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI