***
Ke depan, pemerintah perlu merancang strategi substitusi impor dengan lebih baik. Tingkat proteksi dan masa berlakunya perlu ditentukan dengan jelas. Misalnya, besar bea masuk bawang putih dinaikkan menjadi 5% selama 5 tahun. Setelah itu, bea masuk komoditas pangan itu diturunkan menjadi 0%.
Dengan skema seperti ini maka petani akan berusaha meningkatkan produktivitasnya agar tidak kalah bersaing dengan produk impor pada saat insentif produksi berakhir.
Jika proteksi tidak bisa diberlakukan karena terkait dengan perjanjian internasional, maka pemerintah perlu membantu petani dengan berbagai cara, diantaranya membeli hasil produksi petani dengan harga yang wajar.
Jaminan harga ini akan mendorong petani untuk menanam cabe, bawang putih, jagung, dan lain-lain dengan tenang, tanpa takut harga anjlok karena masuknya komoditas impor. Manakala impor terganggu sehingga terjadi defisit seperti saat ini, petani jugalah yang menikmati kenaikan harga.
***
Cara lain adalah memanfaatkan lahan yang menganggur untuk budidaya tanaman semusim yang sering defisit di daerah. Pemerintah daerah perlu menyiapkan lahan dengan mempekerjakan tenaga lokal dan mengadakan bibit serta pupuk.
Lahan yang tidak termanfaatkan ini banyak dijumpai di luar perkotaan. Pemerintah daerah harus menjamin bahwa kepemilikan lahan tidak akan terganggu dengan kegiatan pertanian di lahan itu. BUMDes dapat berperan banyak dalam mengelola kegiatan usaha tani dengan sistem kerja bersama ini.
Sangat ironis, jika bangsa Indonesia tidak dapat mencukupi kebutuhan komoditas pertanian secara mandiri. Praktek manajemen lahan dan pengelolaan perekonomian pertanian yang keliru perlu diluruskan.
Penanganan pandemi Covid-19 menunjukkan peran penting pemerintah daerah dalam mencapai keberhasilannya.
Pemerintah daerah juga berperan besar dalam pengelolaan lahan di daerah untuk menyediakan kebutuhan pangan bagi penduduknya, agar defisit komoditas pangan seperti yang terjadi saat ini tidak terjadi lagi di kemudian hari. <>
Herry Darwanto, 8/5/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H