Mohon tunggu...
Sosbud

"Saya Sedih, Banyak yang Tak Peduli..."

3 Desember 2018   00:39 Diperbarui: 3 Desember 2018   00:54 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: dokumen Eva Devi (Facebook)

Eva kemudian melemparkan beberapa lembar uang dengan perasaan sedih dan marah, dan pemilik galon air itu baru memberikannya.

Dengan galon berisi air di tangannya, dia mendekati beberapa anak tersebut, membasuh mukanya dan meminumkannya. Setelah itu, masih sambil menangis, dia memeluk beberapa anak. Beberapa saat kemudian, dia mendengar beberapa orang yang mengevakuasi berteriak meminta kain basah untuk memperlancar pernapasan anak-anak yang masih terjepit, dia meminta beberapa orang laki-laki untuk melepas baju atau singletnya. Namun banyak yang menolak. Eva kemudian berlari ke arah jalan, dan melihat sebuah warung kaki lima. Di sana, ada beberapa kaos kaki baru yang berserakan di jalan yang ditinggal pemiliknya. Diambilnya kaos kaki itu dan diberikan kepada tim evakuasi.

Setelah itu, Eva berlari ke sebuah kafe di sebelah kantor Padang Ekspres dan di sana bertemu dengan S Metron, salah seorang redaktur, kakak tingkatnya di Unand. Metron kemudian membantu Eva mempertemukan dengan pemilik kafe, dan dengan baik hati si pemilik kafe menyuruhnya membawa semua botol air mineral dari dalam kulkasnya untuk diberikan kepada anak-anak korban gempa.

Ketika malam gelap, butuh penerangan untuk evakuasi, beberapa penonton yang mengendarai motor malah pergi ketika diminta mengarahkan lampu motornya ke arah reruntuhan.

"Beberapa malah sempat bertengkar sengit dengan saya dan berkata, 'nanti kalau baterei motor saya habis, bagamana?'. Saya kesal, tetapi saya tak bisa berbuat apa-apa. Untung masih ada pemilik motor yang mau membantu, dan banyak relawan dadakan yang ikut menenangkan para orang tua yang menanti dengan cemas nasib anak-anaknya... Yang saya sedihkan, banyak orang tak peduli..." kata Eva lagi.

Eva ikut proses evakuasi itu hingga pukul 21.00 WIB. Dia kelelahan dan ayahnya, Makmur Hendrik, berhasil menghubunginya lewat telepon yang belum terputus agar anaknya pergi ke rumah Wali Kota Padang, Fauzi Bahar, yang merupakan sahabat ayahnya, agar dia menunggu di sana sampai tantenya menjemput. Beberapa saat kemudian, Bundo --begitu dia memanggil tantenya---datang dan membawanya ke Ulu Gadut, di kompleks perumahan dosen Unand. Eva tidak pulang ke Wisma Warta di Ulak Karang, karena rumah berlantai dua di sana retak-retak di banyak tempat.

"Saya selalu menangis jika ingat semuanya. Sepanjang perjalanan saya tak bisa berhenti menangis. Saya bersyukur, Allah SWT masih memberi saya umur panjang. Banyaknya korban yang meninggal dan penderitaan mereka yang masih hidup, memerlukan bantuan kita semua," ujarnya

Senin (5/10/2009), Eva mulai kembali menjalankan tugasnya mengajar di LBA LIA Pekanbaru. "Ketika mengajar anak-anak SD di LIA, saya teringat anak-anak yang tewas di Gama. Air mata saya mengalir lagi..."***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun