Sekarang banyak orang berlomba-lomba menciptakan penampilan sempurna menurut kondisi sosial saat ini. Bagi mereka fitur fitur tubuh ini menjadi parameter utama dalam menilai seseorang, menggantikan aspek-aspek pribadi seperti kejujuran atau integritas. walau anda adalah orang yang jujur tetapi anda tidak tampan atau cantik anda akan di pandang sebagai orang jahat. Ini menunjukkan pergeseran nilai dimana penampilan fisik dianggap lebih penting dari pada karakter seseorang. Menjadi orang jahat bukan lagi karena anda melakukan Tindakan pencurian, atau pembunuhan. Tapi karena anda tidak terlihat bagus dimata kebanyakan orang. Menjadi pecundang bukan karena anda tidak memiliki kontribusi terhadap masyarakat, tapi karena anda tidak tahu caranya berpakaian yang bagus di mata orang kebanyakan.
Fenomena looks maxing menimbulkan berbagai implikasi sosial dimana individu terus menerus memperbaiki penampilan mereka, sering kali mengorbankan kesehatan mental dan fisik. Hal ini dapat memperdalam ketidaksetaraan sosial, dimana individu yang tidak memenuhi standar kecantikan (cantik/tampan) tertentu mungkin menghadapi diskriminasi. Dan yang paling parah hal ini dapat mengikis nilai-nilai masyarakat yang lebih mendalam, dimana penampilan fisik menjadi ukuran pertama keberhasilan dan penerimaan sosial. Kita semacam menderita delusi masal dimana semua orang berfikir bahwa kecantikan (cantik/tampan) berarti kebaikan dan begitu sebaliknya kebaikan berarti kecantikan.
Dalam psikologi, delusi sosial yang diderita masyarakat ini bisa kita lihat dengan mata bias kehalusan atau yang biasa disebut halo effect. Halo effect didefinisikan secara sederhana sebagai kecenderungan individu untuk mengekstrapolasi kesan mereka terhadap atribut suatu objek ke atribut-atribut lain ke objek yang sama atau bahkan terkesan secara keseluruhan. Misal nya hal ini dapat terjadi ketika orang berpikir seseorang adalah orang baik, hanya karena orang tersebut terlihat menarik. Atribut ketampanan atau kecantikan tidak harus menjadi penentu dari atribut atribut lain atau kebaikan orang tersebut, namun orang orang cenderung menggunakan jalan pintas mental untuk meringankan beban kognitif yang terlibat dalam penilaian.
 "menjadi menarik memungkinkan seseorang untuk melanggar norma sosial dengan konsekuensi yang lebih sedikit dibandingkan dengan pelanggaran norma sosial oleh individu yang kurang menarik" seseorang dapat menggunakan daya tariknya yang tinggi, sebagai pelindung terhadap konsekuensi dari pelanggaran norma. karena pelanggaran norma tersebut mungkin dipersepsikan sebagai pengecualian dari pada perilaku yang tipikal dari individu tersebut. "tidak mungkin seseorang secantik itu atau setampan itu bisa melakukan hal-hal seperti itu" demikian pula orang yang kurang menarik memilih melanggar norma karena hanya ada sedikit konsekuensi melakukannya. Terutama pengamat secara proaktif mengharapkan prilaku seperti itu dari individu yang tidak menarik.
Konsekuensi sosial ini, delusi sosial ini adalah munculnya diskriminasi dan perlakuan yang tidak adil, yang didasari dengan penampilan fisik yang lebih sering kita dengar istilahnya sebagai lookism.
Lookism
Istilah lookism sebenarnya sudah lama ada dan sudah menjadi topik bahasan dalam studi sosial dan psikologi selama beberapa dekade. namun akhir-akhir ini dipopulerkan oleh manhwa yang berasal dari Korea, dengan nama yang sama yaitu lookism. Park hyung Seok adalah seseorang yang kelebihan berat badan, tidak menarik, dan sering menjadi korban bullying di sekolahnya dikarenakan penampilannya. namun hidupnya berubah drastis ketika dia tiba-tiba bangun di dalam tubuh yang baru, tubuh yang ideal menurut standar kecantikan masyarakat, tinggi tampan dan atletis. manhwa ini mengeksplorasi bagaimana penampilan Hyung Seok memperngaruhi interaksi sosial nya. kesempatan-kesempatan yang didapatkan dan cara dia diperlakukan oleh orang lain, dia mengalami kehidupan yang sangat berbeda dengan kedua tubuhnya yang menyoroti dengan bagus bagaimana masalah lookism dalam masyarakat.
 Lookism dapat didefinisikan sebagai diskriminasi atau prasangka terhadap seseorang berdasarkan penampilan fisik mereka, Terutama ketika tidak memenuhi standar kecantikan yang berlaku. Contoh nyata dari lookism dapat ditemukan dalam berbagai situasi mulai dari tempat kerja, hingga media sosial. misalnya dalam konteks pekerjaan, kandidat yang dianggap lebih menarik secara fisik seringkali memiliki peluang yang lebih tinggi untuk mendapatkan pekerjaan atau promosi meskipun kualifikasi dan kinerja mereka sama dengan kandidat lain. "Syarat melamar pekerjaan : berpenampilan menarik" Anda pikir yang tidak berpenampilan menarik tidak butuh kerja, tidak butuh makan atau hal lain sebagiannya?
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dion, Berscheid, dan Walster pada tahun 1972 tentang penampilan fisik, Bagaimana penampilan mempengaruhi kehidupan individu. mereka menemukan bahwa individu yang menarik dianggap memiliki sifat kepribadian yang lebih diinginkan, menjadi pasangan yang lebih baik, memiliki pernikahan yang lebih Bahagia, serta memiliki kehidupan sosial dan profesional yang lebih baik secara keseluruhan. para peneliti menemukan bahwa individu yang menarik dipandang memiliki kehidupan yang lebih bahagia dan lebih sukses secara umum daripada individu yang tidak menarik. hal ini bahkan merambat hasil karir, di mana individu yang menarik diprediksi memiliki kehidupan profesional yang lebih bahagia dan mendapatkan pekerjaan yang lebih bergengsi.
 Hosoda, Stone-Romero, dan Gwen Coats melakukan meta analisis tentang topik ini. dengan menganalisis 27 artikel dari literatur yang ada secara keseluruhan, individu yang menarik Mengalami berbagai hasil pekerjaan yang lebih menguntungkan. termasuk seleksi evaluasi kinerja, dan keputusan perekrutan, dibandingkan dengan individu yang tidak menarik. looksim juga dapat mempengaruhi lingkungan Pendidikan, di mana siswa yang dianggap lebih menarik secara fisik mungkin mendapatkan perlakuan yang lebih baik dari guru atau rekan sebayanya. Hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan diri siswa, partisipasi di kelas, dan bahkan penilaian akademis. akibatnya jika siswa diperlakukan buruk di sekolah, mungkin mereka tidak memberikan usaha secara maksimal yang berpotensi mempengaruhi kemungkinan mereka terlibat dalam aktivitas criminal.
 dengan demikian, kriminalitas yang di asosiasikan dengan penampilan yang kurang menarik mungkin berakar pada diskriminasi yang dialami di masa sekolah, dimana siswa dipandang kurang baik oleh guru dan teman-temannya. "Saya banyak menemukan orang-orang yang terkena diskriminasi, banyak yang menilai bahwa orang itu buruk sampai saya mencoba untuk berbicara dengan mereka. dan ya, penilaian mereka salah, moralitas tidak dilihat dari penampilan, jadi sebelum kalian tahu tentang orang tersebut jangan coba menilai berdasarkan penampilannya" Karena tidak enak dipandang, orang itu ingin berbuat baik saja malah dicurigai padahal ingin membantu orang lain yang kesusahan "saya pernah mengalami suatu kejadian ketika saya ingin menolong 2 orang gadis yang kesusahan untuk menyalakan sepeda motornya, tetapi begitu saya dan teman saya menghampiri, kami malah dicurigai ingin berbuat jahat dan gadis itu keliatan sangat ketakutan. Apakah berbuat baik itu salah bagi orang yang tidak enak dipandang?" Mereka beranggapan bahwa orang yang tidak enak dipandang itu jika berbuat baik dianggap sebagai pencitraan, sedangkan jika orang yang tampan akan mendapatkan respon seperti orang yang tampan pasti kelakuan nya baik suka tolong orang, dermawan.