Mohon tunggu...
Zulfatussadiah
Zulfatussadiah Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen HES Universitas Darussalam Gontor

Bersabar dan Syukur

Selanjutnya

Tutup

Money

Istihsan Sebagai Metode Hukum Musyarakah Mutanaqqishah

18 November 2017   15:11 Diperbarui: 18 November 2017   15:19 2584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Istihsan menurut bahasa adalah menganggap baik terhadap sesuatu  (عد الشيئ حسنا) Sedangkan menurut istilah ulama ushul fiqh,

عدول المجتهد عن مقتضى قياس جلي إلى مقتضى قياس خفي، أوعن حكم كلي

إلى حكم استثنائي لدليل انقدح فى عقله رجح لديه هذا العدول

Berpalingnya (pindahnya) seorang mujtahid dari tuntutan qiyas yang jali (nyata) kepada tuntutan qiyas yang khafi (samar) atau dari hukum kulli (umum) kepada hukum istisna’i (pengecualian), karena terdapat dalil yang mementingkan perpindahan. Apabila ada kejadian yang tidak terdapat nash hukumnya, maka untuk menganalisisnya dapat menggunakan 2 aspek yang berbeda yaitu:[1]

  • Aspek yang nyata (ظهير)yang menghendaki suatu hukum tertentu
  • Aspek tersembunyi (خفي) yang menghendaki hukum lain.

Dalam hal ini apabila dalam diri mujtahid terdapat dalil yang mengunggulkan segi analisis yang tersembunyi, ia dapat berpaling dari aspek analisis yang nyata, maka ini disebut istihsan menurut istilah syara’. Demikian pula apabila ada hukum yang bersifat kulli (umum), namun pada diri mujtahid terdapat dalil yang menghendaki pengecualian juz’iyyah dari hukum kulli (umum) tersebut, dan mujtahid tersebut menghendaki hukum juz’iyyah dengan hukum yang lain, maka hal tersebut menurut syara’ juga disebut sebagai istihsan. Macam-macam istihsan:[2]

  • Mengutamakan qiyas khafi (yang tersembunyi) atas qiyas jali (nyata) karena adanya suatu dalil.
  • Mengecualikan kasuistis ( juz’iyyah) dari hukum kulli (umum) karena adanya suatu dalil.

Sedangkan Syirkahatau Musyarakah berasal dari akar kata dalam bahasa arab,syirkatan(mashdar/kata dasar) dan syarika(fi'il madhi/kata kerja) yangberarti mitra/sekutu/kongsi/serikat. Musyarakah merupakan salah satu jenis kontrak yang diterapkan oleh perbankan syariah. Musyarakah diterapkan melalui mekanisme pembagian keuntungan serta kerugian (profit loss sharing) diantara para pihak (mitra/syarik) melalui metode profit maupun revenue sharing.Sedangkan secara bahasa Musyarakah mutanaqqishah terdiri dari dua kata yaitu musyarakah dan mutanaqqishah. Musyarakah disebut dengan syirkah yang berarti kerjasama. Mutanaqqishah berasal dari kata naqasa yang berarti berkurang. Berkurang secara bertahap. Dengan demikian Musyarakah mutanaqqishah merupakan produk turunan dari akad musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain.[3]

Sampai saat ini peraturan yang mengatur mengenai pembiayaan MMQ ini hanya terdapat dalam fatwa DSN NO:73/DSN-MUI/XI/2008 tentang musyarakahmutanaqisah. Berdasarkan ketentuan yangterdapat dalam Fatwa DSN No 73/DSNMUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisahberakhirnya akad pembiayaan MMQ adalah ketika syarik(nasabah) telah mengambil alih seluruhporsi kepemilikan yang dimiliki oleh Lembaga Keuangan Syariah atas asset bersama tersebut. Ketika nasabah telah mengambil alih porsi kepemilikan yang dimiliki oleh LKS dan telah terjadi pengalihan seluruh porsi kepemilikankepada nasabah maka akadpembiayaan MMQ telah berakhir.[4]

Terkait dengan MMQ ini, jika ditinjau dari hukum fiqh, akad musyarakah mutanaqqishah pada dasarnya menggunakan beberapa akad gabungan (hybrid contact).Adapun hadist yang menerangkannya yaitu:

عن ابي هريرة رضى الله عنه قال نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن بيعتين في بيعة واحدة

‘Nabi telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian’

Dan dalam riwayat yang lain Nabi bersabda:            

عن ابن عبد الله ابن مسعود رضى الله عنهما عن أبيه قال نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صفقتين في صفقة واحدة

‘Rasulullah telah melarang dua transaksi dalam satu transaksi’

Suatu tansaksi yang diwadahi oleh dua akad sekaligus sehingga terjadi ketidakpastian (gharar) mengenai akad mana yang digunakan (berlaku), dalam terminology fiqh, hal ini disebutkan dengan Shafqatain fil Al- Shafqah. Adiwarman karim menyatakan bahwa ada 3 faktor yang melandasi adanya Shafqatain fil Al- Shafqahyaitu:

  • Objeknya sama
  • Pelaku sama
  • Jangka waktunya sama

 

Jika salah satu factor tidak terpenuhi maka tidak dapat dikatakan Shafqatain fil Al- Shafqah. Musyarakah mutanaqqishah ini merupakan multi akad. Multi akad jatuhnya akan ke riba, malikiyah melarang multi akad dari akad akad yang berbeda hukumnya, seperti antara akad qard dengan ijarah.

Musyarakah mutanaqqishah jika di qiyaskan dengan hadist itu, maka jelas dilarang oleh nash syara’ sebab musyarakah mutanaqqishah terdiri dari beberapa akad dalam satu transaksi, tetapi jika menggunakan metode istihsan yaitu mengutamakan tujuan untuk mewujudkan kemashlahatan- kemashlahatn sesuai dengan tujuan syara’ ( maqashid syariah), maka akan mengandung lebih besar kemashlahatan dibanding dengan mengikuti qiyas.

Diterangkan bahwasanya bay’ salaf ( bay’ wa salaf) merupakan akad yang menggabungkan akad bay’ jual beli dengan salaf (pinjaman) dalam satu transaksi atau objek, Rasulullah melarang akad ini karena mengandung gharar. Musyarakah mutanaqqishah jika di qiyaskan dengan pada bay’ salaf maka hukumnya haram, sebab memiliki illat yang sama yaitu dapat menimbulkan gharar karena akad ini mengandung beberapa akad yang berakibat ketidakpastian rukun serta syarat mana yang harus di penuhi. Allah telah berfirman Q. S. As-Sad. 24 yang artinya:

Daud berkata: "Sesungguhnya dia Telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.

Kebanyakan orang yang berkongsi (syirkah) mendzalimi para pihak yang lain, lalu bagaimana jika musyarakah tersebut dengan akad lain???? ini menimbulkan peluang bagi para syarik untuk mendzalimi pihak lainnya. Berdasarkan atas istihsan bi- al mashlahah, keluar dari qiyas dipandang mengandung lebih besar kemashlahatan dibandingkan dengan mengikuti qiyas, maka qiyas itu boleh ditinggalkan dan yang dipakai adalah istihsan yang disandarkan pada mashlahah dengan meninggalkan dalil yang biasa digunakan, dan untuk selanjutnya beramal dengan cara lain karena di dorong oleh pertimbangan kemashlahatan manusia.

Istihsan sebagaimana pendapat imam malik, yaitu mengutamakan tujuan untuk mewujudkan kemashlahatan- kemashlahatan atau menolak bahaya- bahaya secara khusus, sebab dalil umum menghendaki dicegahnya bahaya tersebut. Dalil umum tersebut jika dipertahankan dapat mengakibatkan tidak tercapainya mashlahat yang dikehendaki. Oleh dalil umum itu. Hadist tersebut merupakan dalil umum yang berlaku dalam setiap tansaksi yang mengandung 2 akad atau lebih sebab dapat menimbulkan gharar yang dapat merugikan masyarakat. Qiyas pada dalil umum tersebut dianggap tidak mengoptimalisasi mashlahat sedangkan istihsan sebagai koreksi dari qiyas dengan tujuan mendatangkan kemashlahatan sesuai dengan tujuan syara’ (maqashid syariah). Keluar dari dalil umum tersebut dan beramal dengan syara’ yang lain yaitu berupa mashlahat yang dianggap lebih sesuai dengan tujuan syara’ atas musyarakah mutanaqqishah.

Adanya mashlahat yang perlu diperhatikan, menjadikan musyarakah mutanaqqishah diperbolehkan dalam syara’ sebab ada kalanya mashlahat tersebut masuk dalam level dlaruriyyah dan ada kalanya masuk dalam level hajjiyah. Dalam prakteknya musyarakah mutanaqqishah biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, pengadaan rumah, atau properti lainnya. Kebutuhan ini termasuk alam mashlahat hajjiyah.

Beberapa pertimbangan kemashlahan dalam musyarakah mutanaqqishah diantaranya untuk menghilangkan kesukaran dan kesulitan jalannya kehidupan masyarakat khususnya dalam bidang perdagangan. Sebab manusia termasuk makhluk sosial yang dalam memenuhi kebutuhannya membutuhkan pihak lain, seiring dengan  berkembangnya zaman maka harga barang barang semakin melonjak sedangkan kebutuhan turut meningkat, banyak masyarakat terjebak dengan kredit macet bahkan beberapa diantaranya meminjam kepada renteiner untuk memenuhi kebutuhan mereka. Untuk itu, lembaga keuangan syariah berusaha mengatasi kebutuhan masyarakat dengan pola kerjasama salah satunya dengan akad musyarakah mutanaqqsihah.

Akad musyarakah pada hakikatnya merupakan akad kepercayaan artinya dalam pelaksanaan kontrak ini para syarik harus saling percaya serta sama sama mentaati kesepakatan yang telah mereka buat. Hal ini diperbolehkan karena dianggap mendatangkan manfaat bagi masyarakat dan memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Seandainya konsep istihsan ini tidak diterapkan dalam hidup ini, sedangkan syariat islam tidak diturunkan kecuali untuk membuat pengikutnya menjadi lebih mudah dalam mengarungi hidup ini, seperti firman Allah SWT;وما جعل عليكم فى الدين حرج

‘…dia sekali kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan’ 

Yang mana dalam ayat ini menunjukkan bahwa tujuan penetapan syara’ adalah kemashlahatan bagi umat manusia dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin berkembang pengetahuan manusia serta teknologi maka kebutuhan manusia semakin meningkat pula. Oleh sebab itu nash- nash Al- Quran  dan hadist tidak pernah bertambah, sudah seharusnya sesuai dengan kebutuhan umat dengan melakukan beberapa metode penggalian hukum islam yang telah dijelaskan oleh beberapa ulama ushul fiqh.

[1] Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang, Dina Utama, 2014)hlm.131

[2] Ibid., hlm. 131.

[3] M. Ridwan, Syahruddin,’ Implementasi Musyarakah Mutanaqqishah Sebagai Alternatif Pembiayaan Murabahah di Perbankan Syariah Indonesia’, Vol. 9 No. 1, Tahun 2013, hlm. 108

[4] Fatwa Dewan Syariah Nasional, No. 73/DSN-MUI/XI/2008

   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun