"Jika kebijakan publik adalah air-kualitasnya, warnanya, jumlahnya-maka birokrasi adalah saluran pipa yang memastikan air tersebut mencapai masyarakat dengan baik,"- Hazkiel Silitonga
Dengan kata lain, reformasi birokrasi adalah upaya untuk mendesain, membersihkan, memperluas, dan memodernisasi saluran pipa-pipa tersebut. Ketika ada bagian-bagian yang terkorosi, maka kebijakan publik sebagus apapun akan tetap 'tercemar'.
Kenyataannya, reformasi birokrasi di negara ini telah berada dalam periode inersia yang panjang. Dari tahun ke tahun, tidak kunjung bergerak pada kecepatan yang dibutuhkan. Sejauh ini, belum cukup ada internal dan external force (kepemimpinan dan tekanan publik) yang berani mendorong perubahan yang dibutuhkan.
1. Kompetensi
Badan Kepegawaian Negara (BKN) membagi PNS/ASN ke dalam empat kategori: star (high performing), workhorse (pekerja keras), trainee (masih dilatih), dan deadwood (pekerja dengan kinerja dan kompetensi rendah).
Menurut Plt. Kepala BKN, 1 dari 3 ASN (sekitar 35 persen) dianggap sebagai birokrat deadwood. Tidak sedikit dari birokrat deadwood ini yang bertugas menangani isu-isu kritis, seperti transisi energi, tata kelola lahan, reformasi agraria, atau transformasi digital.
Selain itu, ada tantangan generasional. Tenaga kerja pemerintah mencakup setidaknya 4 generasi: Baby Boomer, X, Y, dan Z. Saat ini, Gen Y atau milenial merupakan mayoritas, meski kebanyakan berstatus kontrak (PPPK), sedangkan mayoritas PNS tetap berusia di atas 40 tahun (BPS, 2023). Secara umum, Gen Y dan Z dianggap memiliki keinginan yang lebih tinggi untuk belajar dan beradaptasi dengan perangkat digital.
Tapi, bukankah proses rekrutmen ASN sudah direformasi besar-besaran?
Saat ini, Indonesia memiliki proses seleksi terpusat untuk sistem pegawai negeri sipil berbasis karirnya. Rekrutmen 'fresh blood' biasanya hanya terjadi pada posisi rendah, dengan persaingan yang sangat ketat. Di tahun 2024, ada setidaknya 3,9 juta pelamar (mungkin ini ada hubungannya dengan lapangan kerja yang semakin sulit, tapi kita bahas nanti). Sementara itu, posisi atasan hampir selalu diambil dari internal.
Sebagai hasilnya, posisi tertinggi birokrasi (kecuali menteri yang ditunjuk secara politik) cenderung dipegang oleh yang memiliki pengalaman puluhan tahun.
Di satu sisi, PNS karir tentu memiliki pengetahuan mendalam tentang 'pipa' implementasi kebijakan. Pada saat bersamaan, ketika tantangan kebijakan publik hari ini berubah dengan sangat cepat dan membutuhkan agility serta keahlian yang sesuai, apa yang bisa kita lakukan?
Berita baiknya, PNS Indonesia memiliki akses luas ternauap pendidikan dan pelatihan, mulai dari program beasiswa seperti LPDP (25% alumni di tahun 2022), serta berbagai lembaga pelatihan seperti BKN, LAN, Universitas Perusahaan, dan berbagai pusat pelatihan kementerian. Sayangnya, efektivitas program-program ini belum terukur melalui proses monitoring and evaluation yang komprehensif terhadap kinerja.