"Kita punah! Kita bisa habis!"
"Aku menyerah. Kehabisan energi. Glukosaku menipis."
"Kita mulai dari garis tujuan, dan arah kita hanya satu: Punah. Kita menuju sadar diri yang besar. Kita tak bisa mengalami apa yang kita inginkan. Kita tak bisa menggantikan begitu banyak gambaran yang kita raba dari diri kita masing-masing."
"Apa yang akan kita lakukan?"
"Kita bertanya pada siapa?"
"Tuhan!"
"Apa yang akan kau tanyakan ? Kalau gen Maskulinisia punah!"
"Berserahlah pada Tuhan, semua sudah di takdirkan, kita tinggal menunggu saja."
"Apa yang kau tunggu, Tuhanmu memusnahkan sperma X dan menunjukkan jalan sperma Y? Tuhan mestinya tidak menanyakan jenis kromosom kita ketika membuka jalan menuju negeri feminisia."
"Ah, aku juga merasakan seolah-olah semua usaha yang telah kita lakukan dicampakkan begitu saja oleh-Nya. Tak di respon sama sekali. Sungguh, aku sangat kecewa. Tidak hanya kecewa, tapi juga patah hati. Patah hati dengan kuasa Tuhan yang mempermainkanku. Dan aku tidak mau mati dalam kondisi jiwa tertekan di sini."
"Tidak! kita harus terbiasa dengan kondisi tertekan seperti ini. Ini adalah cobaan agar kita bisa menjadi sperma yang lebih sempurna."