Mohon tunggu...
Hayyan Khun
Hayyan Khun Mohon Tunggu... -

Berfikir sukes hari ini dan esok. Bertindak sukses untuk hari ini. Menikmati sukses sekarang dan selamanya.....amin..."just pray"

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Antara Hasrat, Rasio, dan Sepeda Motor

21 Desember 2012   02:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:17 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Beberapa hari yang lalu di FB penulis menyarankan untuk bersama-sama "merayakan kegilaan dunia ini." Salah satu bentuk kegilaan ini adalah membanjirnya produk kapitalisme tanpa bisa kita sadari sebelumnya. Diantara produk-produk tersebut adalah uang, hand phone, dan juga sepeda motor (walaupun sebenarnya ketiga hal tersebut hanyalah produk pinggiran kapitalis). Dua hal yang dapat penulis katakan sebagai penyebabnya adalah hasrat yang telah terkastarsis (dikebiri) dan peran rasio sebagai tuhan-tuhan kecil kita.

Pertama-tama yang ingin penulis katakan adalah hasrat bukan saja soal seks dan kenikmatan akan organ seks, meskipun sebenarnya pengertian ini tidaklah salah. Akan tetapi jika menggunakan terminologi ini, maka dikhawatirkan kita akan jatuh pada reduksionisme ala Sigmund Frued. Frued mengatakan jika hasrat identik dengan libido atau energi primordial berupa kesenangan akan hasrat seksual, libido ini menurut Frued merupakan pemenuhan akan pleasure principle (prinsip kesenangan). Pembahasan tentang hasrat ala Frued ini akan lebih mudah jika kita menengok tiga topografi Frued, yaitu: Id, Ego, dan Super Ego.

Perkembangan hasrat Frued meliputi: 1) Tahap Erotisme Oral (aktifitas suncking bayi pada puting ibu, 2) Tahap Penis (Bahwa pemilik penis bukan dirinya saja, sedang untuk bayi perempuan berupa kerinduan akan penis-penis envy), 3) Oedipus Complex, yaitu takluknya hasrat bayi pada sosok ayah (pada bayi perempuan disebut elextra complex). Hasrat pada Frued benar-benar terpenjara.

Jika hasrat pada Frued masih kental dengan reduksionisme, maka Jacques Lacan memperuncing masalah hasrat dalam gabungan antara psikoanalisis dengan strukturalismenya. Hasrat pada Lacan mengalami beberapa tahap: 1) Fase Pra Imajiner-bayi mengalami kehilangan pilihan akan laki-laki / perempuan sebagai kelaminnya dan juga kehilangan hasrat karena penatoan yang dilakukan oleh teknokrasi dan birokrasi yang telah terasionalisasikan (Ingat kenapa laki-laki mesti paki peci dan perempuan pakai jilbab dalam Islam?), 2) Fase Imajiner, dimana anak belum bisa membedakan antara bayangan dirinya dan bayangan ibunya (hasratnya sendiri), disini anak berusaha memberikan kekuranganphallus (penis) yang tidak dimiliki oleh ibunya. Akan tetapi yang perlu dicatat disini tidak selama anak akan mengalami fase imajiner. Anak akan mulai belajar tentang identitas dunia sosial yang ada di sekitarnya, sehingga anak mulai menyadari bahwa dia tidak bisa memberikan kekurangan phallus pada ibu karena kehadiran ayah (karena si anak tahu bahwa ayahlah yang dapat memberikan phallus pada ibu, buka dirinya). Disinilah Oedipus complex Frued terjadi pada teori Lacan.

Oedipus complex di atas pada Frued diradikalkan oleh Lacan. Ayah pada Frued oleh Lacan dimetaforakan dengan Atas Nama Ayah yang dapat membentuk sekaligus mengarahkan hasrat anak (Agustinus Hartono; 2007). Atas Nama Ayah ala Lacan dapat dimetaforakan sebagai kekuatan yang dapat berwujud Agama, Negara, Sekolah, Kampus serta produk kapitalis lainnya seperti uang, HP, dan Sepeda Motor. Artinya hasrat akan dikebiri dan dipenjarakan oleh hal-hal tersebut, sehingga anak akan dipisahkan dari hasratnya sendiri, yaitu: Ibu (Ibu disini harus juga dimetaforakan sebagai hasrat murni anak). Pemisahan ini dapat direalisasikan melalui bahasa sehari-hari anak. Ingat! Kita tidak hanya hidup dengan mediasi bahasa, tapi sejak lahir kita sudah ditampung oleh bahasa. Sehingga disini akan berakibat anak mengalami pembentukan identitas non murni yang berasal dari produk-produk kapital.

Identitas disini mungkin sering kita lihat di lingkungan kita: biar dibilang keren maka pakailah sepeda motor kemanapun anda pergi, biar terlihat ber-gaya maka gunakanlahblacbarry terbaru, atau biar kelihatan cantik maka gunakan make up, biar mudah, biar efisien, biar cool de-el-el. Artinya, identitas yang melekat pada diri kita sejak awal bukanlah identitas yang berasal dari hasrat murni kita, akan tetapi hasrat yang telah terkastarsis oleh logika kapitalisme. Untuk itu disini identitas berarti bentuk pengakuan yang diberikan orang lain kepada kita.

Bagaimana bisa terjadi seperti itu? Seperti apa sebenarnya kekuatan kapitalisme tersebut? Dan apa yang dapat menyebabkan semua itu terjadi?

Pertanyaan pertama, kita harus kembali ke rasio. Saat Discartes mengatakan Cogito Ergo Sum berarti gendang rasionalisasi telah menggeman di seluruh dunia. Gema itu sampai saat ini telah terbentuk dalam pencanggihan hal-hal material, contoh khusus sepeda motor. Tidak Naik Motor Berarti Aku tidak Ada, Ada-nya aku karena adanya motor. Jika menggunakan mitologi Barthesian, maka sebenarnya saat ini sepeda motor telah benar-benar termitoskan.

Singkatnya, sejarah rasionalisasi adalah sejarah kotor penuh tipu daya. Nuklir, PD I dan II, Perang Teluk, polusi udara, laut dan masih banyak lagi hanyalah sekedar contoh kecil efek rasionalisasi. Akan tetapi yang lebih penting rasionalisasi (kesadaran) telah membunuh hasrat murni kita (ketidaksadaran) sebagai manusia. Ketidaksadaran sebagai rumah hasrat murni kita selalu ditekan oleh kesadaran sebagai rumah rasio.

Jika menggunakan terminologi agama, maka teks yang berbunyi: "Man 'arofa nafsuhu 'arofa Robbahu" jika dipandang dengan kaca mata Delauze-Guattari maka akan memiliki arti: "Siapa saja yang memiliki/mengetahui/paham akan hasrat murninya sendiri, maka dia akan mengetahui tuhan/kebenaran/ibunya sendiri (sehingga dia akan menolak Sang ayah sebagai pembunuh hasrat murni)". Karena akan banyak hal telah terjadi, maka teks tersebut di atas hanya dapat berperan sebagai simbol belaka, tanpa ada efek sedikitpun.

Menjawab pertanyaan kedua dan ketiga, hasratlah sebenarnya yang dapat memberikan kekuatan pada kapitalisme. Meskipun begitu, hasrat tersebut bukanlah hasrat murni, tetapi hasrat aksiomatik, yaitu hasrat yang telah difilter oleh logika kapitalisme. Contoh sederhana: Apa yang membuat suatu produk teknologi menarik? Jawabannya dapat beragam, mulai dari kebaruan, kecepatan, banyaknya fitur yang ditawarkan, dan yang pasti ketertarikanlah yang membuat kita membeli dan mengkonsumsi prosuk-produk tersebut. Karena baru, maka produk tersebut kita beli. Maka, sebenarnya ketertarikan (hasrat non murni / hasrat aksiomatik) dan kebaruanlah yang menjadi daya jual produk-produk tersebut (karena tanpa peremajaan dan pembaruan produk, kapitalisme akan kolaps).

Logikanya, anda tidak mungkin mau membeli produk sepeda motor tahun 2001 dari produsen (misal Kawasaki, Honda, Yamaha), ketika produsen tersebut pada tahun 2012 ini mengeluarkan sepeda motor lagi, yang lebih canggih tentunya. Dan ini meliputi hampir seluruh produk kapitalis. Kebaruan dan ketertarikan inilah yang disebut sebagai hasrat aksiomatik / hasrat hasil saringan logika kapitalisme, dan seketika itu pula kita menjadikan tubuh ini sebagai tubuh fasis, yaitu tubuh yang dijejali oleh realitas eksternal tanpa jelasjluntrungnya terhadap diri kita selain hanya sebentuk kesadaran palsu.

Inilah kegilaan yang penulis maksudkan, kegilaan yang melogikan/membolehkan semua hal terjadi.

Mau tidak mau kita harus kembali ke jalur hasrat murni kita. Di sini kita harus menengok hasrat ala Delauze-Guattari. Mereka berdua (Delauze-Guattari) melalui salah bukunya (Anti Oedipus: Capitalism and Schzophrenia I) memberikan sedikit lini pelarian dari hal-hal yang terjadi saat ini. Skizoanalisis sebagai lini pelarian dapat diartikan sebagai usaha medobrak kesadaran palsu dan segala bentuk ketergantungan manusia pada gaya hidup neurotis dan fasis (gaya hidup hedonis materialistis-happynes-yang penting senang) (Bdk. Agustinus Hartono; 2007). Hasrat disini dapat berperan sebagai sebuah mesin hasrat (a desire mechine-istilah ini murni tanpa metafora), karena dia berupa mesin maka hasrat tersebut akan selalu menjadi energi positif-kreatif yang dapat diarahkan ke dalam Tubuh Tanpa Organ. Tubuh Tanpa Organ inilah yang dapat menjadikan tubuh kita sebagai tubuh non fasis sekaligus skizoid.

Tubuh Tanpa Organ menurut penulis adalah ladang kreatifitas itu sendiri. Lalu di mana letak Tubuh Tanpa Organ tersebut? Sekali lagi, jika melihat konteks pembahasan ini penulis cenderung mengarahkan Tubuh Tanpa Organ ini berada tepat diatara Kekadaluarsaan dan Kebaruan suatu produk kapitalis. Di antara dua hal inilah sebenarnya bom waktu kapitalisme akan meledak. Contoh: Saat Anda bosan dengan Satria model lama, maka Anda dengan hasrat aksiomatik cenderung akan berganti dengan Satria model FU. Nah, pertanyaanya, bagaimana jika Anda tetap setia dengan motor Satria lawas tahun 2002 tanpa Anda membeli motor Satria lagi dengan Model FU tahun 2012? Jawabannya singkat: Kapitalisme akan kolaps. Hal ini berlaku untuk semua produk kapitalis. Kesimpulannya, anda di sini dan saat ini juga dapat menerapkan metode ini sekaligus menyudahi dominasi kapitalisme. Saat anda setia dengan barang lawas anda atau bahkan tidak mau sama sekali mengkuti trend kapitalis, maka saat itulah tubuh non fasis sekaligus skizoid terbentuk pada diri anda. Maka anda dapat hidup abnormal dengan kaca mata normal. Andalah orang merdeka itu.

Ngawi-Jogjakarta, 20 Desember 2012


Daftar Pustaka:

- Abdullah, Subandi Idy. 1997. Lifestyle Ectasy: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia. Bandung: Mizan.

- Deleuze, Gilles dan Guattari, Felix. 1989. Anti Oedipus: Capitalism and Schzophrenia I. Terjemah Helen R. Lane. Minneapolis: University of Mennesota.

- Hartono, Agustinus. 2007. Skizoanalysis Delauze-Guattari. Yogyakarta: Jalasutra.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun