Mohon tunggu...
Hayu Nawi Astuti
Hayu Nawi Astuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Merupakan mahasiswi akhir di STID Mohammad Natsir

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dakwah dan Toleransi Beragama

23 November 2024   16:35 Diperbarui: 23 November 2024   19:07 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS



Dakwah dan Toleransi Beragama

Oleh: Hayu Nawi Astuti,

 Mahasiswa STID Mohammad Natsir

A. Pendahuluan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, toleransi memiliki makna sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) terhadap pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan dan kelakuan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. 

Dalam kehidupan masyarakat yang heterogen, sikap toleransi sangat diperlukan agar terciptanya kedamaian dan kesatuan dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Adapun sikap intoleransi yang berkepanjangan dan cenderung ekstrem hanya akan menimbulkan konflik dan keretakan sosial dalam berbangsa, bernegara bahkan beragama. 

Dalam beragama, toleransi dapat berupa saling menghormati dan membiarkan umat beragama lain beribadah sesuai kepercayaannya. Misalnya seperti yang beragama Islam beribadah di masjid dan yang beragama kristen ke gereja begitu pula dengan yang lainnya. Meskipun demikian, dalam hal ini Islam membatasi adanya toleransi yang berhubungan dengan perkara iman dan aqidah. Karena toleransi adalah saling menghargai perbedaan yang ada dan bukan berarti boleh melaksanakan ibadah agama lain yang bertentangan dengan aqidah Islam. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang memaknai toleransi melebihi dari batasan-batasan yang ada dalam ajaran Islam. Padahal tidak semua hal dari agama lain dapat di tolerir dan diterima begitu saja khususnya yang berkaitan dengan masalah aqidah yang diyakini. 

Bahkan dengan menganggap sepele perihal ini bisa menjerumuskan diri ke dalam pemahaman yang salah dan menyimpang. Dalam firmannya Allah SWT telah menjelaskan terkait batasan yang berlaku, yakni dalam QS. Al-Kafirun:6, yang berbunyi: 

   

 

Artinya: "Untukmu agamamu dan untukku agamaku." (QS. Al-Kafirun:6)

Meski begitu, sebenarnya toleransi antar umat beragama sangat di anjurkan dalam Islam, hanya saja harus dengan syarat tidak boleh berkaitan dengan perkara iman dan aqidah. Apabila sudah berkaitan dengan dua perkara tadi maka hal ini menjadi mutlak sesuai dengan firman Allah SWT tadi, yaitu "untukmu agamamu dan untukku agamaku".

B. PEMBAHASAN

1. Batasan Toleransi Beragama

Istilah toleransi berasal dari bahasa inggris tolerance atau tolerantia dalam bahasa latin. Dalam bahasa Arab istilah ini merujuk kepada kata tasamuh atau tasahul, yaitu; to tolerate, to overlook, excuse, to be indulgent, forbearing, lenient, tolerant, merciful. Perkataan tasamuh; bermakna hilm dan tasahul; diartikan sebagai indulgence, tolerance, toleration, forbearance, leniency, lennit, clemency, mercy dan kindness. 

Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, di artikan sebagai "hidup bersama dalam masyarakat melalui "kesatuan hati" dan "bersepakat" untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran".

Dalam kehidupan beragama, perilaku toleran merupakan satu syarat utama bagi setiap individu agar membentuk kehidupan yang aman dan saling menghormati di tengah perbedaan yang ada. Islam mengajarkan bahwa adanya perbedaan di antara manusia, baik dari sisi etnis maupun perbedaan keyakinan dalam beragama merupakan fitrah dan sunnatullah atau sudah menjadi ketetapan tuhan, tujuan utamanya adalah supaya di antara mereka saling mengenal dan berinteraksi, sebagaimana dalam QS. Al-Hujurat:13, yang berbunyi:

 

 

Artinya:"Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti." 

Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan ini adalah ketetapan tuhan yang harus diterima oleh seluruh manusia. Mengingkari adanya perbedaan atau pluralitas ini berarti mengingkari ketetapan Tuhan. Meskipun begitu Islam memberikan batasan yang tegas tentang toleransi ini dalam hal aqidah dan kepercayaan. Pembatasan yang jelas dalam hal aqidah atau kepercayaan ini merupakan upaya Islam untuk menjaga pemeluknya agar tidak terjebak pada sinkretisme. Sebagaimana yang telah di sebutkan sebelumnya tentang dalil adanya batasan ini dalam QS. Al-Kafirun ayat 6. 

Dalam konteks ini Hamka menafsirkan surat Al-Kafirun bahwa : "Surat ini memberi pedoman yang tegas bagi kita pengikut nabi Muhammad SAW, bahwasanya aqidah tidaklah dapat diperdamaikan, tauhid dan syirik tidak dapat dipertemukan. Kalau yang hendak disatukan dengan yang bathil, maka yang bathil menang. Aqidah tauhid tidak mengenal sinkritisme artinya sesuai menyesuaikan, misalnya antara animisme dengan tauhid, penyembahan berhala dengan shalat, menyembelih binatang untuk memuja berhala dengan membaca bismillah". 

Dengan begitu, maka dapat dipahami bahwa toleransi ini harus dilakukan di tengah masyarakat yang heterogen, akan tetapi dalam toleransi beragama ini ada batasan yang harus diperhatikan, yakni toleransi itu diperbolehkan asalkan tidak berhubungan dengan perkara aqidah dan kepercayaan. 

2. Dakwah dan Toleransi 

Dakwah memiliki peran dalam mempromosikan persamaan dan toleransi dalam masyarakat. Allah berfirman "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal." (QS. Al-Hujurat: 13). 

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah menciptakan manusia dalam beragam bangsa dan suku agar saling mengenal dan memahami satu sama lain. Dakwah dapat memperkuat pesan ini dengan mengajarkan umat Muslim untuk menghormati keberagaman dan menghindari diskriminasi sosial. Dan juga dakwah yang efektif di masyarakat heterogen harus dilakukan dengan bijak, toleran, dan menghormati keyakinan orang lain. Penting untuk fokus pada nilai-nilai universal dan menghindari penyampaian pesan yang tidak tepat sasaran atau memasuki wilayah agama orang lain. 

Dengan demikian, dakwah dapat menjadi alat untuk mempromosikan kerukunan dan persatuan antar umat beragama. Proses dakwah berbasis rahmatan lil 'alamin perlu merujuk kepada surat al-Kafirun sebagai dasar pijakan dalam terdakwah dan sebagai inspirasi toleransi kehidupan antar umat Beragama. 

Maksud dari rahmatan lil'alamin, Ini merujuk pada konsep dakwah yang membawa kebaikan dan rahmat tidak hanya bagi umat Islam, tetapi juga bagi seluruh umat manusia. Dakwah ini menekankan pada kasih sayang, toleransi, dan penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. 

Adapun maksud dari merujuk dari QS. Al-- Kafirun yaitu, ayat ini menegaskan bahwa setiap orang bebas memilih agamanya dan tidak boleh dipaksa untuk berpindah agama. Jadi oleh karena itu, dakwah yang bersifat universal dan membawa rahmat bagi semua harus berpegang teguh pada prinsip toleransi dan menghormati kebebasan beragama seperti yang tertuang dalam Surat Al-Kafirun. 

Dengan demikian, dakwah diharapkan mampu membangun masyarakat yang toleran dan harmonis. Dalam ayat lain juga disebutkan, bahwa dakwah merupakan kewajiban setiap umat Islam, untuk saling mengingatkan dan mengajak sesamanya dalam rangka menegakkan kebenaran sebagaimana dalam QS. Al-'Asr:3, yang berbunyi:

 

 

 Artinya: "Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran." 

Berdakwah bukan hanya pilihan, tetapi sebuah tanggung jawab yang melekat pada setiap muslim. Ini sejalan dengan banyak ayat Al-Quran yang memerintahkan umat Islam untuk menyebarkan pesan Islam dan mengajak orang lain kepada kebenaran, dan itu sudah sejalan dengan apa dijelaskan dalam ayat diatas.

Maksudnya dari dakwah itu hanya pilihan yaitu, berdakwah bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan atau dihindari oleh umat Islam. Setiap muslim memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan pesan Islam dan mengajak orang lain kepada kebenaran. Adapun maksud dari bahwa Dakwah itu tanggung Jawab yaitu menunjukkan bahwa kewajiban berdakwah bukan hanya berasal dari aturan agama, tetapi juga dari kesadaran akan tanggung jawab moral dan spiritual. 

Setiap muslim memiliki peran dalam membangun masyarakat yang berakhlak mulia dan berlandaskan nilai-nilai Islam. Adapun dakwah dalam arti mempromosikan dan menjajakan keyakinan dalam ruang formal-legal, terang saja akan mengakibatkan fragmentasi sosial antara umat beragama benar-benar terjadi. Karena terkadang orang tidak sadar bahwa dakwah yang dia bawakan adalah dakwah yang tidak hanya sekedar menyampaikan akan tetapi dengan kekerasan, atau terkadang dengan paksaan. 

Oleh kerenanya, kita harus memperhatikan kembali cara efektifitas dakwah yang sebenarnya seperti apa, agar kita terhindar dari hal yang awalnya itu mengajak pada kebaikan akan tetapi pada sesuatu yang dilarang. Akibatnya, dakwah yang semula bersifat pilihan alternatif (ikhtiyari) berubah bentuk menjadi paksaan mutlak (ijbari) dengan menghalalkan segala cara, termasuk kekerasan, teror, dan bahkan 'memerangi' demi menegakkan tujuan dakwah yang dimaksud. Tujuan dakwah dalam upaya mewujudkan kebenaran, dengan tragis dan penuh eksploitasi mengabaikan kebenaran lainnya (realitas kosmologis/sunnatullah akan keniscayaan pluralitas/ta'addudiyyah).

C. Kesimpulan 

Dakwah memiliki peran penting dalam mempromosikan persamaan dan toleransi di masyarakat, sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya saling mengenal, menghormati, dan memahami satu sama lain. 

Sebagaimana kita merujuk kepada ayat Al-Quran, seperti QS. Al-Hujurat:13 dan QS. Al-Kafirun, serta QS. Al-'Asr:3, memberikan landasan yang kuat bagi praktik dakwah yang bijak, toleran, dan menghormati kebebasan beragama. Sehingga nantinya dakwah yang kita lakukan itu sesuai dengan dakwah yang yang berlandaskan rahmatan lil 'alamin, atau rahmat bagi seluruh alam, karena hal tersebut menekankan pentingnya kasih sayang, toleransi, dan penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dalam upaya menyebarkan ajaran Islam. 

Namun yang harus kita garis bawahi yaitu, bahwa dakwah bukan hanya merupakan kewajiban agama, tetapi juga tanggung jawab moral dan spiritual bagi setiap muslim dalam membangun masyarakat yang berakhlak mulia dan berlandaskan nilai-nilai Islam. Dengan demikian, dakwah yang dilakukan dengan bijak, toleran, menghormati keyakinan orang lain, dan berlandaskan nilai-nilai universal, dapat menjadi alat yang efektif dalam mempromosikan kerukunan, persatuan, serta memperkuat toleransi antar umat beragama dalam masyarakat yang heterogen. 

Referensi: 

Madeni Madeni, Agusman, THE ROLE OF DA'WAH IN OVERCOMING SOCIAL PROBLEMS: PERAN DAKWAH DALAM MENGATASI MASALAH SOSIAL, https://scholar.google.com/citations?view_op=view_citation&hl=id&user=ad2FBAQAAAAJ&citation_for_view=ad2FBAQAAAAJ:zYLM7Y9cAGgC 

Ghazali,Adeng Muchtar, TOLERANSI BERAGAMA DAN KERUKUNAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM, Jurnal Agama dan Lintas Budaya. Vol. 1 No. 1 (September 2016) 

Rif'at, Muhammad, Dakwah dan Toleransi Umat Beragama (Dakwah Berbasis Rahmatan Lil Alamin), Alhadharah Jurnal Ilmu Dakwah Vol. 13 No. 26, Juli--Desember 2014. 

https://quran.com/al-hujurat/13

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun