Mohon tunggu...
Rayasyah Fajar
Rayasyah Fajar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Hubungan Internasional

mendengar, mendengar, mendengar.

Selanjutnya

Tutup

Music

Rekomendasi Album untuk Penggemar American Football

11 Agustus 2023   12:13 Diperbarui: 11 Agustus 2023   12:15 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

So, lets just pretend

Everything and anything

Between you and me

Was never meant

Bukan, American Football yang penulis maksud pada judul artikel ini tidak merujuk kepada olahraga asal Amerika Serikat yang hanya dimainkan oleh warga AS itu sendiri. Namun, American Football yang dimaksud adalah band midwest emo asal Illinois yang sempat bubar pada tahun 2000 yang kemudian kembali lagi pada tahun 2014. Sejujurnya, band ini memperkenalkan penulis kepada sub-genre midwest emo yang memang sama sekali tidak terlalu populer bila dibandingkan dengan genre-genre lainnya yang terdapat di pasar musik. Pada awalnya penulis mengira bahwa semua band midwest emo mempunyai karakteristik suara yang sama dengan American Football, yaitu mempunyai vokal yang lembut dengan dukungan lirik yang minimalis namun puitis dan melodi yang menenangkan dengan jiwa easy-listening yang menciptakan antusiasme nostalgia tanpa berlebihan. Jangan lupa juga dengan suara twinkly mereka yang khas dan selalu eksis dalam lagu-lagu midwest emo!

Penulis kemudian mencoba untuk mencari band midwest emo yang memiliki karakteristik yang sama dengan American Football. Penulis sempat kesulitan dalam melakukan ini karena band midwest emo pada umumnya memiliki dinamika musik yang dinamis dari keras ke lembut dan vokal yang terdengar off-key dengan iringan teriakan. Kedua hal tersebut sayangnya tidak dimiliki oleh band American Football yang sebagai band midwest emo memiliki ciri khas yang jauh lebih santai.

Penulis akhirnya menemukan bahwa American Football mengombinasikan genre math rock dan beberapa elemen post-rock ke dalam musik mereka sehingga mereka mampu tampil berbeda dibandingkan band-band midwest emo lainnya. Hal ini tentunya mengundang beberapa keraguan serta pertanyaan apakah band ini benar-benar dapat dikategorikan sebagai emo atau tidak. Pada hal ini, penulis tidak perlu ambil pusing karena menjadi elitis dalam musik hanya akan membuang waktu dan energi secara sia-sia. Kabar baiknya, setelah menguras waktu yang cukup banyak untuk mengurasi band-band yang bertebaran, penulis berhasil menemukan beberapa band yang benar-benar memiliki karakteristik suara yang mirip dengan American Football, khususnya dengan album pertama mereka.

Berikut adalah rekomendasi enam album dari enam band bagi para penggemar American Football yang tentunya bisa didengar di layanan streaming kesukaan kalian!

Pertama dan yang paling utama adalah album Farewell to Introductions yang merupakan karya Maya Shore. Band yang dibentuk di Utah pada tahun 1997 ini sempat merilis album berjudul Farewell To Introductions pada tahun 2000. Nuansa keseluruhan album tersebut mengingatkan penulis kepada album American Football yang pertama dengan liriknya yang secara kuantitas dapat dibilang cukup (tidak terdapat banyak lirik karena Maya Shore lebih mengedepankan instrumen sebagai selling point mereka, hal sama yang dilakukan oleh American Football) dan memiliki vibe yang melankolis. Vokal yang mendampingi lagu-lagu pada album ini mempunyai ciri khas yang lembut. Melodi yang dimainkan juga dapat dikategorikan sebagai menenangkan dan soothing walaupun sejujurnya beberapa lagu di album tersebut terdengar lumayan keras bila dibandingkan dengan album pertama American Football (untungnya masih dalam tingkatan yang dapat ditoleransi). Akan tetapi, secara keseluruhan Farewell to Introductions merupakan album yang amat layak untuk disandingkan dengan album pertama American Football. Album ini cocok untuk didengar saat sedang santai maupun galau karena temponya yang cukup lambat. Sebagai catatan, Maya Shore merupakan band yang sangat underrated, hal ini terlihat dengan jumlah pendengar bulanan di Spotify yang hanya mencapai di angka 200-an.

Album selanjutnya adalah album self-titled besutan Penpal. Band Penpal sendiri dibentuk pada tahun 2008 di Illinois oleh dua mantan gitaris band Marquette bernama Steve dan Brett. Penpal memiliki lirik yang jauh lebih minimalis dibandingkan dengan album pertama American Football sehinga instrumen memainkan peran yang lebih menjonjol. Hal ini masuk akal mengingat Steve dan Brett merupakan gitaris alih-alih vokalis. Beruntungnya, mereka berdua berhasil menciptakan suasana murung yang atmospheric layaknya album pertama American Football dengan jumlah lirik yang jauh lebih sedikit. Berbeda dengan Farewell to Introduction, instrumen Penpal jauh lebih faithful kepada album pertama American Football sehingga kesenduan yang tercipta mampu mengingatkan para pendengar kepada AF dengan jauh lebih mudah. Hal ini juga terbantu dengan dinamika album yang tidak seekstrem Farewell to Introduction.

Momen paling tepat untuk mendengarkan album Penpal adalah ketika sedang gerimis. Alunan pelan gitar Penpal yang syahdu mampu memberikan makna kepada setiap rintisan air yang jatuh mengeluh. Tidak perlu lirik bertele-tele yang mengisahkan apapun ketika mereka mampu mengubah alat musik menjadi alat komunikasi. Penpal juga dapat dikategorikan sebagai band underrated layaknya Maya Shore mengingat mereka memiliki kurang dari 600 pendengar setiap bulannya. Penulis juga ingin mengingatkan bahwa Penpal memiliki lagu berjudul The One That Used to Have a Wurlitzer yang merupakan referensi terhadap lagu The One with The Wurlitzer karya American Football!

Tidak peduli dengan apa yang sedang kamu rasakan, album self-titled karya Hospital Sports akan selalu berhasil membawamu ke dalam dunia yang dipenuhi dengan kemurungan hidup. Band asal Selandia Baru yang dibentuk pada tahun 2011 ini juga dapat dikatakan sebagai salah satu spiritual successor dari American Football walaupun melalui karakteristiknya sendiri yang unik, Hospital Sports lebih dekat kepada indie rock melalui distorsi serta dinamikanya yang cukup keras. Lagu Swiss Army Knife menjadi contoh prima bagaimana Hospital Sports mampu memaksimalisasi penggunaan distorsi dengan efisien sehingga menciptakan tekstur kasar yang mampu melengkapi kehangatan vokal Danny Ebdale yang menjadi tokoh kunci dalam Hospital Sports. Berbeda dengan band-band lainnya yang amat mengedepankan instrumen bernada malu-malu sayup, Hospital Sports tampil beda dengan berfokus kepada lirik mereka yang terbalut distorsi kasar. Lirik mereka yang mematahkan semangat hidup dan tempo musik yang lambat menjadi kunci utama yang menjadikan mereka terdengar mirip dengan American Football. Hanya dalam waktu kurang dari 35 menit, album self-titled karya band dengan 145 pendengar bulanan ini mampu membuatmu merasa putus asa.

Pretend merilis debut mereka yang berjudul Bones in the Soil, Rust in the Oil pada tahun 2009, tepatnya pada tahun kelima setelah pembentukan mereka. Bakat mereka dalam math rock berhasil menciptakan kombinasi yang seimbang antara vokal yang penuh emosi dengan balutan drum, basis, dan gitar yang santai, tetapi mengejutkan. Mencoba untuk menjadi band dengan nyawa yang dreamy dan muram di waktu yang bersamaan melealui vokal Luke Palascak yang empuk, Pretend juga tidak malu-malu dalam mengedepankan penggunaan drum oleh Joel Morgan untuk membentuk dinamika musik yang tidak melempem. Karakteristik Pretend yang khas akan math rock dan post-rock melalui tempo yang lambat dan lirik yang sedikit namun berisi mengingatkan penulis akan American Football, khususnya kepada album AF yang kedua. Namun, Pretend jauh lebih berani dalam memanfaatkan drum alih-alih vokal untuk menciptakan keseluruhan api yang lebih bergairah. Bila dibandingkan dengan band-band sebelumnya, dapat dikatakan bahwa Pretend merupakan band dengan jumlah pendengar yang sangat banyak, yaitu mencapai 10 ribu dengan mayoritas pendengar berasal dari Amerika Serikat. Tentu jumlah tersebut merupakan jumlah yang sangat banyak bila dibandingkan dengan band-band sebelumnya yang hanya mencapai tiga digit.

Hubungan yang gagal dan pertemanan yang berakhir buruk mewarnai lirik album debut We Do What We Can yang dirilis oleh Tangled Hair, band asal London, pada tahun 2018. Band ini diisi oleh para mantan anggota band Colour sehingga mereka memiliki ciri khas musik yang kurang lebih tidak terlalu berbeda jauh dengan Colour. Nostalgia menjadi tema utama dalam album debut mereka di mana hal ini merupakan peristiwa yang lumrah terjadi mengingat mereka merupakan band yang mengombinasikan indie rock, emo, dan post-hardcore. Memang terdapat substansi post-hardcore yang masih terdengar kental dalam album ini melalui ritma mereka yang tidak biasa dan lantunan instrumen yang menggebu-gebu tetapi tidak terlalu gegabah. Selain itu, Tangled Hair memiliki time signature yang inkonvensional, tetapi masih dapat diterima mengalir begitu saja ke dalam telinga. Kemiripan Tangled Hair dengan American Football terdapat pada kemampuan mereka untuk membangun gelembung keputusasaan secara tentram dan syahdu walaupun instrumen yang mereka mainkan jauh lebih berhasrat. Lebih populer dibandingkan dengan band-band sebelumnya, Tangled Hair memiliki jumlah pendengar bulanan yang mencapai 18 ribu.

Meander + Return yang dirilis oleh C-Clamp sebagai album debut mereka merupakan album terakhir yang bisa penulis rekomendasikan. Didirikan pada tahun 1994 di Illinois, C-Clamp sayangnya hanya merilis dua album hingga akhirnya meninggalkan panggung musik secara permanen pada tahun 1999. C-Clamp sendiri sering diasosiasikan dengan slowcore, indie rock, post-rock, dan math rock. Pada album debut mereka, C-Clamp mampu memunculkan suasana kesunyian fajar ketika matahari baru saja beranjak dari kasurnya. Tempo yang terkalkulasi dengan matang mampu menemani lirik sederhana yang dinyanyikan dengan halus walaupun layering yang padat menyebabkan hasil akhir dari album ini terdengar kasar. Suasana album secara keseluruhan memang memiliki beberapa persamaan dengan album American Football pada titik tertentu, tetapi layering instrumen yang berisi dan padu mungkin tidak cocok bagi sebagian orang.

Sebagai band yang telah bubar selama lebih dari 20 tahun, C-Clamp masih memiliki jumlah pendengar bulanan yang tidak sedikit. Pada saat artikel ini dirilis, mereka memiliki 2800-an pendengar bulanan di Spotify.

Jadi, tunggu apalagi? Sudah saatnya kita  menyeduh kesedihan kita dengan mendengarkan album-album yang mengundang pedih.

A long godobye

With mixed emotions

Just fragments of

Another life

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun