Mohon tunggu...
Mohammad Kanzul Fathon
Mohammad Kanzul Fathon Mohon Tunggu... Penulis - Pemula

Hobi : Suka menulis apa saja,Travelling,Tennis,Badminton,Suka Tantangan,Suka Hal Baru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senandung Bait Surgawi Penyejuk Hati

5 Februari 2024   07:35 Diperbarui: 5 Februari 2024   07:39 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Segera mobil menepi dan kedua anaknya berpamitan untuk turun. Sambil tersenyum Rizal melambaikan tangan pada kedua anaknya lalu pergi. Perjalanan menuju kantor masih diwarnai pikiran tentang kejadian dengan si nenek tadi.

Nenek Mariyem tinggal dengan 2 orang cucu perempuannya yang masih seusia SD. Kedua orangtuanya sudah bercerai. Ayahnya sudah pergi meninggalkan rumah sejak lama dan entah dimana keberdaannya sekarang. Sedangkan ibunya memilih bekerja menjadi TKW di Hongkong. Jadilah nenek Mariyem mengasuh kedua cucunya dengan seadanya. Sehari-hari si nenek bekerja menganyam bambu untuk membuat bakul, tempayan dan lain-lain. Jika musim panen padi ia pergi ke sawah untuk "ngasak" (mencari sisa-sisa padi) pada batang padi yang masih menempel namun sudah dibuang pemiliknya. Bisa dibayangkan betapa sulitnya untuk makan sehari-hari saja masih kekurangan.

Secara kasat mata kehidupan nenek jauh dari berkecukupan meskipun punya anak yang bekerja di luar negeri. Namun kenyataannya dia masih terus mencari nafkah diusia senja untuk menghidupi dirinya dan kedua cucunya. Meskipun demikian  dia tak pernah sedikitpun mengeluh. Bahkan hatinya jauh lebih kaya dari orang-orang yang mampu. Sungguh pelajaran yang sangat berharga pagi ini. Pencerahan yang menerobos ruang dada menjadi lebih terang. Bagaikan senandung bait surgawi yang mampu menyejukkan hati. Menyadarkan akan makna nilai kehidupan. Tak selamanya segala sesuatu itu harus diukur dengan kekuatan materi. Untuk berbuat baik tak perlu menunda-nunda. Dalam bersedekah tak mesti menunggu menjadi kaya terlebih dahulu. Satu lagi bahwa jangan pernah takut akan menjadi miskin dengan berkurangnya  harta karena berbagi.  Ada DIA yang menjadi penjamin kehidupan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun