Di dalamnya terdapat mata air yang dialirkan ke tiga buah kolam yang ada di bawahnya. Narmada sendiri berarti mata air. Diambil dari nama anak sungai Gangga di India.Â
Sebagian orang percaya kalau air Narmada berkhasiat terutama sebagai obat awet muda. Taman Narmada dibangun sebagai Duplikat dari Gunung Rinjani dan danau Segara Anak ketika raja telah memasuki usia senja. Karena raja sudah tak mampu lagi naik turun gunung Rinjani yang mencapai 3.726 meter di atas permukaan laut, untuk melaksanakan ritual kurban.
Aku beserta keluarga kecilku duduk di bawah pohon akasia dekat pintu gapura di pinggir taman. Nuansa kuno masih sangat kental terasa, walaupun sudah banyak beberapa bangunan yang telah dipugar atau bangunan baru seperti kolam renang, musium, mushola dan berugak (Gazebo).Â
Bunga-bunga jaman dulu masih ada yang bertahan seperti bunga puring, bugenvil (bunga kertas), amarilis, palm, Kamboja, dan beberapa pohon beringin serta Ketapang. Terasa sejuk dan rindang dengan pepohonan.Â
Beberapa patung batu sudah ada yang gugur dimakan usia, begitu juga dengan tembok gerbang gapura di pinggir taman. Suasana ramai sekali karena sedang ada acara pembagian Door prize Gerak Jalan Sehat dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda yang diselenggarakan oleh Kabupaten Lombok Barat. Ketika datang acara baru saja dimulai dan dibuka langsung oleh Bapak Bupati Lombok Barat.
Harum semerbak sate Bulayak (sate daging, ayam, keong dan usus sapi yang dicampur dengan bumbu khas sasak) yang sedang dibakar pedagang turut menyertai ketika berjalan mengitari taman. Sate ini dimakan bersama dengan Bulayak (sejenis lontong yang dibungkus kecil memanjang, dengan daun aren/enau). Sehigga dinamakan sate Bulayak. Penasaran ingin tahu bagaimana rasanya, boleh silahkan berkunjung ke Kecamatan Narmada, Lombok Barat.Â
Sate ini selalu ada hampir semua tempat-tempat wisata di pulau Lombok, terutama pantai-pantai. Terlebih pantai-pantai di sana yang masih asri alias perawan. Makin menambah nikmat cita rasanya. Yang jelas masakan pulau Lombok serba menggigit di lidah sesuai dengan namanya, pulau pedas. He...he...Atau menunggu momen even internasional di Sirkuit Mandalika digelar lagi, di pantai Kuta Lombok, sambil JJS sekalian.
Masih banyak lagi kuliner yang lainnya seperti Pelecing (lalapan kangkung dan taoge) pakai sambal terasi mentah khas Lombok dan jeruk limau. Ada ayam Taliwang (ayam bakar digeprek) plus bumbu khas Taliwang. Beberuk (lalapan terong kecil dan kacang panjang) dipotong kecil-kecil dan dicampur sambal terasi mentah. Sate ikan Tanjung (sate ikan diberi bumbu kuning lalu dibakar) setelah matang langsung dimakan tanpa bumbu lagi.Â
Sate Pusut (kelapa parut dicampur daging cincang dan bumbu, direkatkan pada tusuk sate ceper dari bambu) lalu dibakar. Kalau jajanan basah ada Jaje Tujak (ketan kukus dicampur kelapa dan ditumbuk) diiris kecil-kecil dan dimakan dengan tape ketan. Manis legit rasanya. Kalau jajanan kering banyak di antaranya Jaje Tarik (dari tepung beras pakai santan, dicetak, digoreng), dodol Nangka, dodol Srikaya, dodol Tomat, Jelly rumput laut, krupuk kulit, kacang mete dan lain sebagainya.
Tak terasa hari menjelang siang, akhirnya kami sekeluarga pulang. Pantas saja aku ngelantur cerita tentang kuliner khas suku Sasak, yang menggoda. Ini pertanda bahwa sudah waktunya mengisi bahan bakar lagi, ya waktunya makan siang sudah tiba. Selamat berakhir pekan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H