Mohon tunggu...
Khayati Darno
Khayati Darno Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Makkah Madinah "Zaman Now"

26 Desember 2018   10:48 Diperbarui: 26 Desember 2018   11:36 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun-tahun itu penginapan jemaah haji lebih mirip kandang kambing, atau kandang unta dan Jemaah dijejalkan di sana.

Jemaah haji Indonesia zaman itu selalu dibekali sekarung perlengkapan yang isinya antara lain kasur lipat, berbagai makanan kaleng dan beras serta bumbu-bumbu, selain uang biaya hidup 1.500 riyal. Banyak jemaah yang sengaja membawa cobek untuk membuat sambal, juga kompor, panci dan sebagainya.

Saat menunggu kepulangan di bandara Jeddah yang saat itu letaknya masih di tengah kota, banyak orang baduy Arab yang berpakaian sarung menutup lutut, berjubah dan bersorban, datang dan membeli kasur-kasur bekas jemaah. Lumayan laku antara 5 riyal sampai 10 riyal, dan pemandangan seperti itu sudah tidak terlihat lagi sejak penghujung abad ke-20.

Hingga menjelang tahun 2000-an, jemaah haji Iran paling mudah dikenali. Kaum ibunya selain muka dan tangannya dihias tato, juga selalu membawa batu setelapak tangan untuk alas sujud mereka. Karena jemaah haji lelaki tidak boleh menggunakan penutup kepala, perjalanan antara Madinah dan Mekkah pun mereka hanya mau naik bus tanpa atap.

Kini jemaah Iran selalu diperiksa di tiap pintu masjid dan jika kedapatan membawa batu, petugas akan membuangnya karena dianggap menyalahi aturan agama. Pemerintah Saudi pun sudah tidak menyediakan lagi bus-bus tanpa atap, dan jemaah haji Iran juga tidak mampu protes.

Dulu jemaah Indonesia paling suka berbelanja macam-macam ke Pasar Seng di dekat Bukit Marwa, yang nama sebenarnya Souk el Lail, pasar malam hari. Disebut pasar seng karena atap bangunan pasar yang selalu penuh sesak itu memang berupa seng.

Kini pasar seng sudah musnah, digusur untuk pelebaran halaman Masjidil Haram, juga Baso Mang Udin yang terkenal di ujung depan pasar seng. Pemerintah Saudi juga memberi kemudahan dengan membangun jalur kereta api cepat antara Madinah dan Mekkah, terus ke Padang Arafah.

Jalur kereta api pernah dimiliki Kerajaan Saudi sebelum ditutup tahun 1960-an. Di tahun 1975 masih ada sisa-sisa depo lokomotif kereta uap di Madinah.

Lama perjalanan darat antara dua kota itu tahun 1975 sekitar delapan jam, tahun 80-an belum berkurang, tahun 2010 tinggal lima jam. Kini dengan kereta api jarak 486 kilometer itu bisa ditempuh dalam tiga jam.

Bagi banyak jemaah, rangkaian ibadah wukuf, thawaf, sa'i dan perjalanan darat ratusan kilometer terasa ringan saja. "Yang berat itu oleh-olehnya," kata Ny Ratnasari, seorang jemaah umroh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun