Mohon tunggu...
Hayati Alvia
Hayati Alvia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya merupakan salah satu mahasiswi di Universitas Lancang Kuning

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

OPINI : Menurunnya Minat Baca di Perpustakaan Bagi Kalangan Gen-Z. Salah Siapakah?

25 Januari 2025   17:56 Diperbarui: 29 Januari 2025   10:38 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Pengunjung Perpustakaan SMA Negeri 1 Tandun (Sumber : Picture by Hayati Alvia)

Seringkali kita mendengar bahwa Perpustakaan merupakan jantungnya Pendidikan mulai dari jenjang Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. 

Layaknya Jantung yang senantiasa berdetak yang berarti pertanda suatu kehidupan. Begitu juga dengan Perpustakaan yang menjadi Jantungnya Sekolah harus tetap berdetak. Bukan hanya berdetak, jantung tersebut haruslah sehat. 

Ada Ungkapan istilah  " Tubuh Yang Sehat pastilah memiliki Jantung Yang Sehat dan Jantung yang sehat pertanda jiwa yang sehat pula ". 

Ya benar. 

Lalu Bagaimana jika jantung yang kian berdetak itu melemah misalnya? atau tiba-tiba berdetak tak sesuai dengan ritme seharusnya? tentu akan membuat seseorang panik dan merasa perlu memeriksakan diri.

 Namun jika ia tak peka dengan sinyal yang diberikan oleh tubuhnya bisa saja akan berdampak fatal bagi kesehatannya. 

Lalu hubungannya dengan Perpustakaan apa? 

Jika kamu disuguhkan dengan satu kata "PERPUSTAKAAN" pasti yang ada dalam pikiran kamu saat itu makna perpustakaan itu tumpukan buku, ruang yang sepi, dan salah satu tempat yang mungkin hanya sekedar kamu lalui dan enggan untuk kamu singgahi. Sebenarnya apa defenisi Perpustakaan itu sendiri? 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perpustakaan ialah tempat untuk menyimpan dan memelihara koleksi buku, majalah, dan bahan kepustakaan lainnya yang berfungsi menyediakan koleksi untuk memberikan suatu informasi, pengetahuan yang dibaca, dipelajari, dan dibicarakan.

Perpustakaan. Khususnya perpustakaan sekolah saat ini mulai mengalami penurunan baik dari segi pengunjung dan juga peminjam koleksinya. 

Bagi Kalangan Gen Z membaca buku di Perpustakaan Sekolah adalah suatu hal yang sangat membosankan dan dianggap kuno. Mereka cenderung lebih menyukai dan terbiasa dengan hal-hal yang berbau teknologi dan sesuatu yang cepat seperti konten singkat, visual dan instan. 

Bagaimana tidak. Segala informasi bisa diakses dengan mudahnya. Bahkan ketika mereka penat dari rutinitas dan kegiatan mereka, hal yang mereka lakukan sepulang sekolah mereka akan memilih menghabiskan waktu untuk bermain game, atau berselancar diberbagai platform sosial media untuk meningkatkan kembali mood mereka. 

Hanya sebagian kecil dari mereka yang suka membaca meski hanya bacaan yang ringan seperti Novel Umumnya. 

Hal ini bisa terjadi karena zaman yang sudah sangat modern dan serba digital sehingga menyebabkan siswa-siswi enggan untuk datang berkunjung. 

Kesibukan dan tekanan pelajaran juga membuat waktu luang mereka untuk membaca menjadi lebih terbatas.

Menurut data UNESCO menyebutkan, masyarakat Indonesia yang masih punya minat membaca hanya 0,0001 %. itu berarti dari 1000 orang hanya 1 orang yang rajin membaca.  Sangat berbeda sekali dengan generasi sebelumnya dimana mereka benar-benar memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat untuk belajar dan menggali informasi. 

Lalu siapa yang pantas untuk disalahkan dengan fenomena yang terjadi saat ini? 

Siapa yang mengambil peranan penting untuk menumbuhkan kembali kebiasaan membaca yang sudah hampir punah ini? 

TIDAK ADA.

TIDAK SATUPUN YG BISA DISALAHKAN.. 

Daripada kita sibuk mencari cari siapa yang harus disalahkan dan rasanya memang tidak ada satupun yang pantas untuk disalahkan lebih baik kita saling bekerjasama untuk menemukan solusinya. Sebelum itu kita harus mencari lebih dulu akar dari permasalahannya.

Ada beberapa faktor menurut saya yang dapat menurunkan minat baca di Perpustakan, antara lain: 

1.  Koleksi buku yang kurang memadai dan terkini sesuai dengan kebutuhan mereka

2. Pengelolaan/Tampilan perpustakaan yang kurang tertata dengan baik

3. Pelayanan dari Pengelola/Staf yang bertugas yang tidak ramah.


Sebenarnya, menurunnya minat baca bukanlah sesuatu hal yang selalu dipandang negatif. Perubahan tren di kalangan Generasi Z ini harusnya menjadi kesempatan bagi penggiat literasi untuk menawarkan konsep yang baru dan relevan dengan kehidupan mereka. 

Di zaman yang serba digital ini, harus bisa menyeimbangkan kebutuhan Perpustakaan  baik dari Gedung, Sarana dan Prasarana, Fasilitas,maupun pelayanannya dan juga harus bisa memanfaatkan Teknologi Informasi sebagai penunjang bagi Perpustakaan untuk menarik minat pengunjungnya. 

 Misalnya saja dengan memanfaatkan sosial media untuk menyebarkan iklan dan cerita yang lebih menarik. 

Semua pihak perlu bekerjasama untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mendorong minat baca di kalangan Gen Z. Institusi Pendidikan perlu menyediakan akses yang menarik seperti klub literasi, pertunjukan teater, mengadakan lomba karya tulis/mading atau bedah buku. 

Sekolah juga bisa menghadirkan penulis terkenal sebagai pembicara atau membiasakan literasi ringan bagi siswa/i sebelum awal pelajaran dimulai setiap harinya.

 Orangtua juga bisa memberikan edukasi pentingnya budaya membaca kepada anak dimulai sejak usia dini, mengadakan kegiatan membaca yang menarik dan juga memberikan contoh kepada anak dengan mengatur jadwal membaca buku dirumah 15 menit sebelum tidur dan memiliki target buku yang harus selesai dibaca dalam 1 Tahun sehingga aktifitas ini akan menjadikan kebiasaan positif.

Sebagaimana fungsi jantung dalam tubuh yang menentukan sehat tidaknya seseorang begitu juga fungsi Perpustakaan. 

Apabila sekolah tidak memiliki perpustakaan, sama seperti tubuh tidak memiliki jantung sehingga seseorang tidak punya kekuatan untuk hidup. 

Jika diibaratkan Tubuh itu = Sekolahnya, Jantung = Perpustakaan, buku, sumber informasi untuk mendukung kegiatan proses belajar mengajar bagi Pendidik dan peserta didik.  

Sedangkan Jiwa yang Sehat = lingkungannya mendukung pengembangan diri, kreativitas dalam hal ini menghasilkan peserta didik yang mampu berpikir kritis dan berpengetahuan luas. 

Sehingga keterkaitan tubuh,jantung dan jiwa ini sangat erat sekali.

Suatu Generasi yang cerdas dan berpikiran kritis lahir dan terbentuk sebab peran dari Perpustakaan, dan suatu Lembaga Pendidikan menjadi maju dilihat dari kualitas Perpustakaannya juga. 

Untuk itu marilah kita bersama-sama berupaya dalam meningkatkan Kualitas Perpustakaan yang ada disekitar kita.

 Karena bukan tak mungkin perubahan kecil yang kita lakukan pada hari ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara dengan Perpustakaan yang mendunia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun