Di sisi lain, proses urbanisasi yang tidak terkendali juga berdampak pada meluasnya aktivitas-aktivitas perkotaan yang makin mendesak aktivitas-aktivitas pertanian di kawasan perdesaan yang berbatasan langsung dengan perkotaan. Fenomena ini juga berkaitan dengan hilangnya akses penduduk perdesaan pada sumber daya utama yang dapat menjamin kesejahteraannya dan hilangnya mata pencarian penduduk agraris. Konsekuensi logisnya adalah terjadinya migrasi penduduk perdesaan ke perkotaan dalam jumlah yang besar tanpa diimbangi ketersediaan lapangan kerja di perkotaan.
Proses semacam ini hampir melanda semua kota di dunia dimana kenaikan jumlah penduduk kota tidak terkendali, dan tidak diikuti kebijakan untuk membagi ruang kota secara adil dan legal. Pembagian ruang kota secara adil mustahil dilakukan manakala kota hanya memiliki ruang yang amat terbatas sementara ruang tersebut tidak ubahnya sebagai sebuah komoditi. Dalam hukum komoditi maka siapa yang memiliki modal yang lebih besar dan lebih baik, apapun bentuknya, maka dialah yang akan berhasil menguasai ruang tersebut.
Secara umum, kota-kota di Indonesia tidak dirancang untuk menerima para pendatang dalam skala besar karena ruang kota memang serba terbatas. Terbatasnya ruang kota membawa konsekuensi bahwa penggunaan ruang yang berlangsung secara terus-menerus akan melibatkan ketegangan di antara sejumlah kelompok kepentingan karena tingginya permintaan akan ruang baik oleh perorangan maupun oleh kelompok tertentu. Oleh karena itu konflik yang menyangkut penggunaan lahan di perkotaan dapat timbul dengan mudah.
Â
DAFTAR PUSTAKA
Rohani Budi Prihatin. 2015. Alih Fungsi Lahan di Perkotaan (Studi Kasus di Kota Bandung dan Yogyakarta). Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI