"Menjadi seorang Fotografer adalah impianku sejak dulu, impian Yash kecil dengan sifatnya yang penasaran. Aku ingin tahu tentang apa yang terjadi di seluruh dunia, di setiap sudut-sudutnya yang mengandung keindahan"
Aldearra manggut-manggut, mulai memahami apa yang hendak Yash sampaikan.
"Akhirnya aku mencoba membeli satu kamera waktu kecil. Saat pertama kali aku memakainya, sunggub luar biasa indahnya. Aku bisa memotret dan menjaga keindahan dunia dalam selembar kertas, menceritakannya pada semua orang dan menjadikannya kenangan.Â
Itu membuatku semakin bersemangat, aku ingin menjadi fotografer dunia. Aku berkeliling ke seluruh penjuru negara, memotret setiap panorama paripurna yang ada. Aku memastikan bahwa diriku mengetahui apa yang ada di seluruh dunia, dan memotretnya dengan kameraku. Sungguh, setiap jepretan adalah berharga.
Termasuk kamu"
Pena Yash terhenti, Aldearra terkejut. Ia menatap Yash perlahan dengan mata berbinar, dengan pipi yang perlahan menumbuhkan semburat merah. Akhirnya ia paham kenapa Yash tiba-tiba memotretnya. Yash tersenyum, ia tak memberikan jeda dan menulis lagi.
"Kamu adalah sesuatu yang sama berharganya, pantas dipatrikan dalam sebuah potretan. Kamu menarik, kamu adalah sisi dunia yang belum ku ketahui. Seorang tuli yang ingin menulis, luar biasa sekali"
Yash berhenti menulis, kemudian menatap Aldearra secara frontal. Kemudian, ia mulai menggoreskan kalimat penutupnya,
"Maka dari itu, masuklah ke duniaku. Akan kuberikan jepretan setiap sudut negara agar kau bisa menumpahkannya dalam tulisan, dan memotretmu sebagai koleksi panorama dunia yang indah pula.
Akan kubuat duniamu luas, dengan kameraku"
Aldearra tertegun, kalau boleh jujur ia sangat tersipu. Ia menunduk, tersenyum malu dengan tawarannya. Berdampingan dengan seorang fotografer yang bahkan rela memotret belahan dunia demi karya sastranya, sungguh manis.