Setiap sikap dan tingkah guru menjadi pusat dari segala model pendidikan, itulah mengapa guru disebut sebagai teladan. Tutur sapa, tatapan mata, cara berpakaian hingga gerak tubuh, semua adalah hal yang sangat mungkin akan ditiru. Inilah yang tak mungkin ditemukan pada kecanggihan teknologi yang selalu menipu. Sederhananya, kita kerap berjilbab rapi ketika webinar, tapi ternyata bercelana pendek di bagian bawah, karena tak tertangkap kamera.
Di ruang batinnya, seorang guru kadang meyakini bahwa ia memikul tanggung jawab yang tak mudah, semboyan mencerdaskan anak bangsa mungkin selalu terlupa dipikirkannya, sebab ia hanya mengerti bagaimana siswa-siswa itu harus naik kelas dan lulus sekolah. Selebihnya, biarlah arus kehidupan membawa mereka ke nasib-nasib yang sudah ditakdirkan Tuhan.
Puja puji bagi guru yang kadang berlebih, tak lantas membuatnya bangga apalagi sejahtera. Guru tetaplah guru, tugasnya harus menjaga agar pelita tetap menyala, tak peduli sekuat apapun badai menerpa, guru tetap harus tegar meski intrik politik kerap menguji sabar.
Disisi lain, guru harus memiliki segudang ilmu yang mumpuni, kemampuannya harus setara langit, tapi hatinya tetaplah harus seluas samudera. Secuil kesombongan diharamkan muncul di lubuk batinnya. Idealnya, ia tak boleh merasa berjasa atas keberhasilan setiap murid-muridnya.
Tapi jangan lupa guru juga manusia, sekali waktu ia juga merindukan cokelat, bunga dan doa seperti tahun sebelumnya. Namun, pahlawan tanpa tanda jasa, tentu hanya akan menggantung harap kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
_________________________
Rabu, 25 November 2020
Terima Kasih Guru
"semoga pandemi segera berlalu"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H