Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu.Â
Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan vitalnya.
Sebab utamannya, rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang tinggi.
Pancasila yang seharusnya sebagai nilai, dasar moral etik bagi negara dan aparat pelaksana Pegara, dalam kenyataannya digunakan sebagai alat legitimasi politik.Â
Puncak dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional.
Maka timbullah berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiayan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya "Reformasi" di segala bidang politik, ekonomi dan hukum (Kaelan, 2000: 245). Saat Orde Baru tumbang, muncul fobia terhadap Pancasila.Â
Dasar negara itu untuk sementara waktu seolah dilupakan karena hampir selalu identik dengan rezim Orde Baru. Dasar negara itu berubah menjadi ideologi tunggal dan satu-satunya sumber nilai serta kebenaran.
Negara menjadi maha tahu mana yang benar dan mana yang salah. Nilai-nilai itu selalu ditanam ke benak masyarakat melalui indoktrinasi .
Dengan seolah-olah "dikesampingkannya" Pancasila pada Era Reformasi ini, pada awalnya memang tidak napak suatu dampak negatif yang berarti
Namun semakin hari dampaknya makin terasa dan berdampak sangat fatal terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Dalam kehidupan sosial, masyarakat kehilangan kendali atas dirinya, akibatnya terjadi konflik-konflik.
Seiring berjalannya waktu hingga kini, demokrasi di Indonesia masih juga diwarnai dengan politisasi uang.