JAKARTA - Di tengah tantangan global dan dinamika sosial yang semakin kompleks, implementasi nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ketiga "Persatuan Indonesia", menjadi kunci dalam menjaga keutuhan bangsa. Penelitian terbaru dari Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (2023) menunjukkan bahwa 67% konflik sosial yang terjadi di Indonesia berakar dari kurangnya pemahaman dan penghargaan terhadap keberagaman.
Urgensi Penguatan Persatuan
Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, pakar kajian multikultural dari UIN Jakarta, mengungkapkan bahwa tantangan terbesar dalam mewujudkan persatuan Indonesia adalah mengelola keberagaman secara konstruktif. "Keberagaman Indonesia bukan sekadar realitas demografis, melainkan modal sosial yang harus dikelola dengan bijak," jelasnya dalam Seminar Nasional Kebangsaan 2023.
Data dari Badan Pusat Statistik (2023) mencatat Indonesia memiliki lebih dari 1.300 suku bangsa dengan 652 bahasa daerah. "Ini adalah kekayaan budaya yang luar biasa, tetapi juga tantangan dalam membangun kohesi sosial," ungkap Dr. Ahmad Syafii Maarif, sejarawan dan mantan ketua Muhammadiyah.
Tantangan di Era Digital
Revolusi teknologi informasi membawa tantangan baru dalam upaya menjaga persatuan. Menurut penelitian Kominfo (2023), terdapat peningkatan 40% kasus ujaran kebencian berbasis SARA di media sosial dibanding tahun sebelumnya.
"Media sosial seperti pisau bermata dua. Di satu sisi memudahkan komunikasi, di sisi lain bisa memicu polarisasi," kata Dr. Nur Syam, peneliti media digital dari Universitas Airlangga. Fenomena echo chamber dan filter bubble semakin memperparah segregasi sosial di masyarakat.
Praktik Baik Penguatan Persatuan
Di tengah berbagai tantangan, bermunculan inisiatif positif di berbagai daerah. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta mencatat ada 127 program dialog antariman sepanjang 2023, meningkat 30% dari tahun sebelumnya.
"Dialog dan interaksi langsung terbukti efektif membangun pemahaman antarkelompok," ujar KH. Husein Muhammad, ketua FKUB DKI Jakarta. Program seperti "Kampoeng Pancasila" di Yogyakarta dan "Desa Sadar Keberagaman" di Malang menjadi model percontohan nasional.
Peran Strategis Pendidikan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mencanangkan program "Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila" di 514 kabupaten/kota. Program ini menekankan pentingnya pembelajaran experiential tentang keberagaman.
"Pendidikan multikulturalisme harus dimulai sejak dini," tegas Prof. Dr. Azyumardi Azra, guru besar UIN Jakarta. Menurutnya, kurikulum pendidikan perlu mengintegrasikan nilai-nilai keberagaman secara sistematis.
Langkah ke Depan
Berdasarkan kajian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2023), diperlukan pendekatan komprehensif dalam memperkuat persatuan bangsa, meliputi:
- Revitalisasi nilai-nilai kearifan lokal
- Penguatan literasi digital
- Pengembangan dialog antarbudaya
- Penguatan kebijakan inklusif
"Implementasi sila ketiga harus menjadi gerakan bersama," kata Dr. Melissa Crouch, peneliti politik Indonesia dari University of New South Wales.
Penulis 1 : Hasya Sabila Indallah Nursinggih
Penulis 2 :Â Dr. Dinie Anggraeni, M.Pd., M.H.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H