Kali ini pak Rohim belajar dengan sungguh-sungguh karena ujian semakin dekat. Walau sekarang pak Rohim punya jabatan bagus di perusahaannya tapi kebijaksanan baru harus tes wawaasan kalau masih mau menduduki jabatannya. Pak Rohim tahu banyak yang mengincar jabatannya. Makanya pak Rohim belajar sungguh-sungguh agar jabatannya masih bisa dipertahankan.
      "Makan dulu, pak. Ini sudah malam,"tukas istrinya
      "Aku masih belajar. Aku harus lulus."
      "Tapi kalau kau tak makan, kesehatanmu malah terancam,"tukas istrinya lagi. Tapi pak Rohim tak bergeming. Ini prestise. Sampai dia gagal mau ditaruh mana mukanya.
Ternyata apa yang dia pelajari sama sekali tak ada yang keluar. Tes wawasan ini aneh sekali. Pertanyaan-pertanyaannya membingungkan. Abu-abu baginya. Dan keluar dari ruangan pak Rohim terduduk lesu. Sudah pasti dirinya tak lulus. Dan dia mulai mengoceh kalau soal-soalnya itu tak kompeten bagi perusahaan. Hal-hal seperti itu ditanyakan.Â
Pak Rohim mulai berkicau karena tak puas dengan soal-soalnya yang katanya melenceng dari persoalan-persolan perusahaan. Pak Rohim gak puas, dan dia mulai ngoceh baik ke dalam perusahaan maupun keluar perusahaan.Â
Akhirnya malah menjadi bumerang bagi pak Rohim sendiri. Dalam perusahaan juga ada yang tak puas sehingga terdapat dua kubu yang saling berlawanan. Situasi perusahaan semakin memanas. Semua bicara . Berita-beritapun lalu lalang bahkan berita yang keluarpun menjadi konsumsi publik.
      "Katanya pak Rohim bakal gak menjabat lagi ya, ?" tanya tetangganya. Pak Rohim mulai geram. Semua sudah tahu. Dia mulai gak terkontrol . Pak Rohim mulai banyak uring-uringan. Kini jabatannya bakal hilang. Kelak tak ada lagi yang hormat pada dirinya. Dia mulai gelisah. Istrinya mengeluh karena terganggu dengan teriakan-teriak pak Rohim saat tidur.
      "Kalau aku tak menjabat lagi, kamu juga bakal susah. Uang belanjamu kurang,"teriak pak Rohim saat istrinya menasehatinya. Istrinya menyingkir karena percuma dalam keadaan emsoi seperti itu mana bisa pak Rohim dinasehati. Padahal istrinya juga gak pernah meminta banyak . Istrinya mulai gelisah melihat kondisi suaminya. Dia memanggil temannya yang psikolog. Tapi rupanya pak Rohim marah besar.
      "Aku bukan gila, aku dizholimi .Tes itu menjebak," teriaknya. Pak Rohim mulai membuat opini seakan-akan perusahaannya gak benar. Seolah-olah dia dizhalimi. Dan berhasil. Banyak orang-orang diluar sana mulai ikut protes . Walau juga ada yang setuju dengan perusahaan.