Dudi paling sebal kalau disuruh pakai masker. Dirinya merasa kegantengannya menjadi kurang. Bener-bener pandemi ini bikin dirinya jadi kurang laku lagi. Coba saja dulu perempuan selalu menengok saat dirinya lewat. Tapi sekarang mana ada yang menengok karena wajahnya tertutup  masker. Mau gak pakai, dimana-mana sekarang ada razia masker. Tapi konyolnya karena takut kegantengannya hilang, Dudi saban lewat perempuan selalu menarik maskernya ke dagu agar ketampanannya bisa terlihat. Dan momen para wanita itu melihat dirinya sungguh membuat dirinya melambung ke angkasa. Serasa melayang-layang di angkasa. Duh, betapa tampannya dirinya. Dudi memang kadang suka takaaur ini.
Tapi sekarang setelah PPKM darurat dimana-mana ada razia masker. Ada-ada saja pikir Dudi. Dirinya tak bisa menampakan kegantengannya lagi. Banyak wanita malah melengos dari dirinya. Dudi merasa tersiksa. Merasa suka banyak yang menatapnya , kini tak ada lagi. Dia merasa seperti pria yang gagal.
      "Ini semua gara-gara harus pakai masker,"keluhnya pada temannya.
      "Habis gimana lagi Dud. Tapi gak mengapa, kamu juga harus memberi kesempatan pada pria lain jadi tampak sama . Sama-sama jelek." Dudi kesal. Ini temannya bukan cariin solusi malah mengejeknya. Dan razia masker terus berlangsung apalagi sekarang ada PPKM darurat. Benar-benar darurat sekali. Bagi Dudi sebuah malapetaka. Don juan kehilangan taringnya gegara masker.
      "Coba kamu cari masker kain yang coraknya nyentrik atau bagus. Tuh kan jadi menambah keren."
      "Ya, gak mungkinlah. Walau maskernya coraknya bagus tetap saja mulutku tak bisa terlihat. Hanya sebagian wajah tampanku terlihat." Dudi mulai gusar, ditinggalkanya temannya. Dan maskernya tertinggal di atas meja kerja.
Pulang kantor memang selalu macet. Dudi terpaksa buru-buru pulang. Kalau tak PPKM biasanya Dudi bakal nongkrong dulu di kafe bersama teman-temannya. Siapa tahu dapat jodoh . Tapi kali ini dia harus pulang cepat. Tapi tiba-tiba saja Dudi diberhentikan polwan cantik.
      "Maaf mas. Namanya siapa? Kenapa gak pakai masker?" suara polwan itu begitu lembut di telinga Dudi. Dia terpesona .
      "Mas?" Dudi langsung memegang mulutnya. Astaga maskernya ketinggalan di meja kerjanya.
      "Maaf, maskernya ketinggalan di tempat kerja."
      "Masnya mau bayar denda atau kerja sosial?"
      "Kerja sosial itu seperti apa?"
      "Bisa membersihkan pasar , jalan atau masih banyak yang lain."
      "Bakal ditungguin gak?'
      "Ya, iyalah, nanti kabur kalau gak." Tukas polwan itu tersenyum. Aduh manisnya senyumnya. Dudi berpikir lebih baik dia kerja sosial dan ditemani polwan cantik daripada bayar denda dan gak bakal ketemu polwan lagi. Akhirnya Dudi setuju esok sepulang kerja dia akan menyapu pasar di sekitar razia masker.
Esoknya Dudi sudah melihat polwan cantik itu. Dudi melapor kalau dia sudah siap kerja sosial. Polwan cantik itu dengan suaranya yang lembut mengantarkan ke tempat dimana Dudi harus menyapu.
      "Nah, mas. Silahakn dibersihkan ya. Ini ditunggu sama rekan saya." Dudi menoleh ke belakang. Ada polisi sangar dengan kumis tebal membawa pentungan. Saat itu juga Dudi lemas. Tahu gitu lebih baik dia bayar denda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H