Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gara-Gara Duwet

16 April 2021   02:33 Diperbarui: 16 April 2021   02:41 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: harapanrakyat.com

Masa-masa puasa dulu jaman masih kecil itu sesuatu yang menyenangkan. Gak pernah merasa terbebani dengan rasa lapar, karena banyak teman bermain. Bermain memang sedikit melupakan rasa lapar. Dan paling enak kalau sudah haus, beramai-ramai kumur-kumur air dingin biar tenggorokannya gak kering. Dan kita bisa saling ejek mengejek satu sama lain agar gak ditelan airnya. 

Belum saat taraweh, selalu di posisi belakang dan meneriakan kata amin keras-keras. Dan saling senggol antar teman di barisan yang sama. Dan pulang taraweh gak pulang dulu masih dipakai main lagi. 

Suasana puasa jaman kecil itu memang penuh dengan kenangan yang kebanyakan menyenangkan dan lucu-lucu. Sampai ada yang batal karena gak tahan haus setelah bermain, tapi sama orang tua sih bilangnya gak batal. Godaan-godaan kecil selalu menyertai anak-anak saat itu. Tapi peduli apa, yang penting senang. Masa anak-anak yang memang sulit untuk dilupakan.

Kini setelah dewasa masa puasa seperti dulu tak ada lagi. Sebagai manusia dewasa harus bisa menahan segala hal. Dan tentunya sangat memalukan kalau sampai melakukan kesalahan dalam puasa. Masa-masa penuh tanggung jawab dalam beribadah. 

Menjadi peringatan buat diriku. Sudah sampai mana kedewasaanku untuk bisa menjalankan puasa ini dengan baik. Jadi beban tersendiri jika tak dilakukan dengan ikhlas. 

Tapi ternyata godaan itu banyak. Katanya setan dibelenggu tapi godaan justru semakin banyak di bulan puasa ini. Ada saja yang menghampiriku. Semua bisa ditahan tapi ternyata ada godaan yang membuat diriku terlupa kalau aku puasa. 

Semua gara-gara duwet. Memang duwet sekarang sudah jarang ada , sudah hampir punah, karena kalah pamor dengan buah impor. Tapi duwet itu bagiku enak walau rasanya asam-asam gitu.

Pertama puasa, dilakukan dengan sukacita karena aku berada di rumah nenekku di kampung. Kebetulan aku minta cuti 2 hari agar aku bisa menikmati puasa pertama di rumah nenek. Memang suasana di kampung itu bikin terasa nyaman dibanding di kota. Suasana puasanya juga lebih terasa dibanding di kota. 

Pagi ini begitu nyaman di hari pertama puasa. Di kampung jalan-jalan di pagi hari begitu terasa keakraban dari orang-orang. Setiap bertemu orang-orang selalu disapa dengan ramah. Begitulah etika di sana. Sudah menjadi kebiasaan mereka. Aku menikmati semua sudut desa nenek. Setiap sudut desa selalu menjadi kenangan tersendiri saat masih anak-anak menjalankan puasa di sini. Tempat bermain, tempat solat berjamaah dan masih banyak lagi kenangan saat puasa.

"Mira, sudah jalan-jalannya. Bagaimana?" tanya nenek

"Selalu bikin kangen dengan suasananya."

"Ketemu Leti gak?" tanya nenek lagi. Aku menggelengkan kepala. Tapi aku akan berkesempatan untuk mendatangi rumah Leti.

Kerinduan akan kampung membuat aku masih mau jalan-jalan sore lagi. Dan aku juga ingin mengunjungi Leti sahabatku. Kata nenek dia sudah punya anak lucu. Kebayang Leti sudah menjadi sorang ibu, sedangkan aku masih betah menjomblo. Dan di atas meja makan aku melihat duwet. Buah kesukaan aku. Wah , nenek tahu saja. Nenek pasti menyediakan untuk diriku. Aku langsung meraih duwet dan mulai memasukkan ke dalam mulutku.

"Mira, kamu kan puasa," jerit nenek.

"Astaga, aku lupa," teriakku. Tak menyangka gara-gara sepiring duwet di atas meja membuat aku lupa kalau aku puasa. Hari pertama yang ternyata bikin aku batal puasa. Ini semua gara-gara buah duwet!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun