Akhinya Dulah bisa keluar dari penjara. Berkat pemerintah yang telah mengeluarkan banyak napi . Semua karena Corona.Dulah bisa kembali ke keluarganya. Begitu lama dia mendekam di penjaar. 5 tahun. Kini Dulah bisa berkumpul lagi dengan keluarganya. Dulah tahu  dirinya ragu untuk kembali ke rumah.Â
Apakah Ratinah istrinya mau menerimanya kembali. Dulah tahu selama dia belum masuk penjarapun Ratinahlah yang lebih banyak mencari uang. Mulai jualan gorengan, jadi buruh nyuci . Apapun Ratinah kerjakan agar anak-anaknya bisa makan dan sekolah. Tapi dirinya lebih banyak ngangurnya. Tapi gimana lagi dirinay tak punya keahlian apapun. Hanya bisa sebagai kuli bangunan. Tidak setiap saat dia mendapatkan pekerjaan.Â
Seringnya dia menganggur. Dan itu menjadi sumber konflik dengan Ratinah. Ratinah selalu menyalahkan dirinya karena gak mampu memberikan banyak uang. Sampai akhirnya dirinya ikutan teman nongkrongnya untuk merampok minimarekt. Sialnya ada CCTV di minimarekt itu sehingga dirinya mudah ditangkap.
 Hasil rampokannya belum dapat dia nikmati karena temannya keburu kabur ke luar kota. Sungguh apes dirinya. Dan dia harus mendekam di penjara. Dan tak sekalipun Ratinah mengunjungi dirinya. Dia tahu diri mungkin Ratinah sibuk dengan kerjaan dan urus anak-anaknya.
Kini dia sudah keluar. Kemana lagi dia akan pulang kalau tidak ke tempat rumahnya dulu. Walau dirinya ragu apakah dia akan diterima oleh keluarganya.
      "Tinah." Ratinah menatap dirinya.
      "Gue Dulah."
"Astaga, elu Dulah, rupanya sudah keluar. Denger ya, sekarang kondisi lagi sulit. Gara-gara Corona. Dagang sepi, gak ada lagi yang mau nyuci baju. Kalu lu mau pulang kemari. Lu harus kerja. Â " Â Ratinah hanya berlalu begitu saja.Â
Duh, seperti beban yang berat ada di hadapan Dulah. Dirinya harus segera mencari kerja, kalau tak mau dioemlin Ratinah lagi. Dia tahu gimana kalau Ratinah sudah ngmel , seluruh tetangga bisa-bisa tahu semua. Â Rumahnya sepi.
"Kemana anak-anak?"
"Mereka pada libur sekolahnya  dan mereka pada ngamen. Ngamen saja susah, gak banyak mobil yang lalu lalang . Gara-gara pemerintah menerapkan PSBB.." Dulah menarik nafas. Betul-betul berat. Ternyata kebebasannya tidak membuatnya senang tapi ada beban yang begitu berat yang harus dia tanggung. Rasanya di depannnya begitu gelap. Tak ada sinar sekecil apapun.
Berhari-hari Dulah menyusuri jalan untuk mencari pekerjaan. Apapun bakal dia lakukan, apaapun pekerjaannya, agar keluarganya bisa makan. Dari teman-temannya yang kuli bangunanpun Dulah tak bisa mengandalkan karena banyak yang tak menggunakan lagi kuli-kuli seperti dirinya. Kadang ada saja yang menyuruhnya mengangkut barang di pasar. Pendapatannya tak banyak. Seharian di pasar jadi kuli angkut. Pulang hanya dengan beberapa lembar uang , yang ia dapat hanya omelan istrinya.
      "Segini bisa buat belia apa? Apa gak bisa lebih lagi."
      "Kan lu sendiri kalau sekarang sulit , dan gue sudah cari sana sini , gak ada yang mau pakai tenaga gue, dan hanya kuli panggul di pasar. Itupun harus giliran dengan yang lain."
      "Memang dari dulu elu gak becus kalau kerja. Gini hidup kita kagak berubah-ubah." Ratinah neyreocos terus. Kuping Dulah sudah panas. Tapi dirinya gak mau meladeni istrinya, karena ujung-ujungnya bakal ribut .
Sampai Dulah diajak temannya untuk merampok toko emas. Katanya harga emas sedang naik . Dulah tak ada pilihan lagi karena ini menyangkut banyak perut. Temannya menjanjikan kalau perampokan ini sudah direncanakan matang-matang sehingga kemungkinan gagal kecil.Â
Temannya pernah kerja di toko emas tersebut. Dulah yakin kali ini bakal berhasil. Dulah membayangkan dia bakal mendapat uang banyak. Ratinah bakal tak ngomel lagi.Â
Ratinah bakal sayang pada dirinya lagi. Dulu senyum Ratinah yang membuat dirinya naksir tapi sekarang Ratinah kayak harimau yang siap menerkam siapa saja. Mungkin dengan uang yang nanti bisa dia berikan Ratinah bisa senyum kembali. Malam itu Dulah sudah ada di depan toko emas .Â
Saat temannya mulai bisa membuka pintu toko, segera Dulah masuk dan mengambil semampu dia . Tanpa pikir panjang Dulah naik motor temannya dan melaju kencang. Dia meninggalkan temannya. Semua emas ini milik dirinya. Tapi Dulah tak melihat dari arah berlawanan ada motor lain melintas. Dan tabrakan tak bisa dihindari lagi.
Kini Dulah kembali ada di penjara. Kembali memikirkan hari-harinya di penjara. Sepertinya lebih baik dia di penjara. Di sini dia tak perlu memikirkan omelan Ratinah. Walau dirinya tak bisa bebas lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H