Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Cerita tentang Hujan) Rindu akan Hujan

13 Februari 2020   02:38 Diperbarui: 13 Februari 2020   02:47 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah kesekian kalinya, aku bertemu lagi dengan gadis itu. Masih sama dengan payung yang dia pegang. Memang akhir-akhir ini hampir setiap hari hujan turun. Hampir setiap hari pulang kantor aku selalu bergegas menuju halte bus, ingin bertemu dengan gadis itu. Entah mengapa pesona gadis itu begitu menarik di hati. 

Dalam diamnya sorot matanya menampakan banyak kesedihan. Dalam payungnya dia tampak cantik. Rasanya aku ingin sekali menghiburnya, mengajak ngobrol. Tapi entahlah aku belum berani mendekatinya. 

Dari jauh hanya bisa aku pandangi saja. Beberapa bus lewat tapi aku belum mau naik. Aku masih ingin melihat gadis itu lebih lama lagi.

Aku melihat jam tanganku, jam 8 malam, masih turun hujan tapi gadis itu belum saja naik. Akhirnya aku naik bus juga takut kemalaman sampai rumah. 

Aku menatap gadis itu dari balik jendela bus. Aku perlu mengelap dinding jendela yang penuh dengan embun air hujan. Aku menatapnya sampai gadis itu menghilang dari pandangan mataku.

Entahlah hampir setiap hari aku menginginkan hujan datang. Aku ingin bertemu gadis itu lagi. Ternyata gadis itu hanya terlihat saat hujan turun.

Saat dia tak ada, ada rasa kecewa dalam diriku. Aku mulai merindukan dirinya. Rindu datangnya hujan. Turunlah agar aku bisa menikmati cantiknya bidadariku. Sampai aku melihatnya lagi di halte yang sama. Hujan mulai reda, aku mendekatinya. Entah mengapa tiba-tiba aku merinding. Ada bau bunga yang biasa digunakan untuk orang yang meninggal. Aku melirik gadis itu.

"Bau ya, kamu mencium bau bunga gak?" tanyaku. Gadis itu hanya menggeleng kepalanya. Baunya semakin menyengat. Aku mundur sedikit agar aku bisa melihat wajahnya. Pucat sekali.

"Kamu sakit?" gadis itu menggeleng kembali.

"Namanya siapa?"

"Kayla." Tiba-tiba saja gadis itu menajwab pertanyaanku. Aku terpesona sekejap saat aku melihat bola matanya yang begitu bening. Matanya begitu indah.  Dan tak disangka-sangka obrolan menjadi seru dengannya. Aku sampai kaget ketika jam sudah menunjukan pukul 9.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun